Tuesday, August 08, 2006

Tuntaskan!

Minggu yang lalu, kami melakukan survey. Survey terhadap pengelola catering yang mengajukan proposal untuk mengisi kantin di tempat kami bekerja. Saya selaku unsur serikat pekerja bersama seorang dari Manajemen dan seorang lagi dari panitiakecil yang dibentuk. Di perjalanan beberapa kali, teman kami (wakil panitia kecil tadi yang kebetulan dari bagian Maintenance) mendapat panggilan lewat telepon genggam.
"Pak, telepon Mr. Sinouchi udah dibenerin?" pertanyaan dari ujung telepon sana.
"Udah, pak"
"loh, katanya lum bisa nelpon"
"iya, kemaren itu udah saya telpon ke Telkom. Orang Telkom udah dateng, katanya udah ok"
"tapi, tadi itu Mr. Sinouchi bilang, belum bisa dipake."
"iya, bisa jadi pak, soalnya kata orang Telkom, mungkin PABXnya jebol"
"Terus, berarti belum berfungsi dong...!"
"ntar saya mo telpon ke Panasonic biar ngecek PABXnya, mungkin harus ganti"
"lalu, kira-kira kapan? Kamu cepet balik deh!"
"Waduh, belum tau juga pak, bisa jadi harus ganti kabel segala, lagian ini nyampe juga belum pak, ntar sore deh..!"
-----
Pekerjaan atau apapun yang kita lakukan, sering tanpa kita sadari menjadi tidak tuntas, tertunda-tunda. Contoh kasus tadi seakan menjadi pembenaran, bahwa dengan hanya mengatakan udah ok dan ntar deh, semuanya udah selesai.
Dalam sebuah tulisan tentang disiplin sering kita baca bahwa penuntasan sering terhambat oleh proses intelektualisasi dan praktek berfilsafat, sehingga kita tidak fokus pada implementasi. Kita sering berfilsafat dan talk only tanpa melakukan langkah nyata. Padahal, dimanapun kita berada, terlebih-lebih di dunia kerja, menuntaskan suatu pekerjaan akan menjadikan kita bisa kompetitif dan produktif. Suatu hal yang menjadi modal utama untuk berkiprah di dunia kerja dan dunia nyata lainnya.
Kadang kita seakan tidak menyadari bahwa kita benar-benar hidup dalam dunia kerja. Dunia nyata. Dunia kerja adalah dunia dimana hanya hasil kerja yang berlaku. Dunia kerja adalah dunia action. (Begitu kata Eileen Rachman, seorang training provider terkenal). Selain itu, ungkapan time is money memang sangat sesuai dengan prinsip bisnis. Dalam dunia kerja, waktu menjadi tolok ukur utama dalam penyelesaian suatu pekerjaan, di samping tentunya competitive cost. Bila terlambat, maka customer akan kecewa, yang bisa berdampak larinya customer pada perusahaan lain. Ini tentu saja, ujung-ujungnya dapat berdampak negatif pada kita selaku pekerja.
Dalam pelaksanaan kerja, jangan terlalu banyak menanyakan mengapa?, tetapi tanyakan: kapan, apa, berapa dan oleh siapa. Dan berdaarkan teorinya, kitapun harus bisa menggambarkan action secara spesifik dan terukur, bukan analisa, apalagi: teori!
Dalam dunia manajemen, istilah follow up dan follow through sudah sangat sering kita dengar. Begitu seringnya, sehingga terkadang kita lupa berorientasi pada hasil. Padahal follow up dan folow through itu seharusnya berdampak pada hasil akhir. Artinya tindak lanjut tadi harus mendorong ke arah penuntasan, bukan penundaan!
Evaluasi memang sering membuat kita kawatir dan cemas. Tetapisebenarnya, inilah satu-satunya alat untuk membuat diri kita terbiasa mengukur kinerja. Evaluasi kinerja membuat kita berani gagal, dan juga lebih berani dalam mengambil resiko.
Sehingga, apapun persoalan yang kita hadapi dapat terselesaikan secara tuntas! Dan itu membuat kita lega. Hanya dengan rasa lega karena semua tugas sudah tuntas itulah, mental dan fisik kita benar-benar bisa merasa rileks dan merasa puas. Itulah salah satu bentuk kebahagiaan. Jadi, jangan menunda, ayo tuntaskan!

No comments: