Wednesday, September 02, 2009

Ada Pembatas Diantara Kita

Mungkin diantara kita, ada yang merasa hidup ini ga adil ?
keadaan sulit sekali, terjebak rutinitas, susah untuk bahkan pecah telor ?
Kenapa dia dapat begitu, dan nasib gue begini? Kemana adanya Tuhan?

Tulisan rekan dibawah ini, mungkin bisa jadi renungan.
Salam,
ILALANG

---------------------------------------

Perlahan-lahan ruangan kerja saya menggelap....
Padahal matahari mencorong pagi ini, "ada apa ya?".
Saya agak heran, kaca di depan terang, kok di sebelah kiri saya gelap.
Seolah-olah ada yang menutupi.
"Ouu.., rupanya diluar, disebelah kiri, ada dua kawat seling yang bergerak, diikuti dari bawah dengan munculnya gondola membawa dua pekerja yang akan membersihkan kaca-kaca gedung. "Reeeet..jeg", stop. Persis di samping meja komputer saya. Ini penyebabnya to, pantes sinar matahari pagi yang biasa menembus ke ruangan menjadi terhalang.
Kursi saya putar menghadap ke mereka.

Ada pembatas diantara kami, kaca kantor gedung bertingkat.

Mereka bergelantungan di dalam kotak sempit, diketinggian sekitar 20 meter dari tanah.
Saya duduk dikursi empuk, berputar, di gedung kantor pada lantai 13.
Mereka memakai pakaian kerja seadanya dan kotor, lengkap dengan topi.
Saya berpakaian necis, lengkap dengan dasi.
Mereka bekerja dengan air sabun, lap, dan karet pembersih. Saya bekerja dengan komputer.
Mereka kerja berkeringat karena kepanasan. Saya kerja nyaman karena hembusan alat pendingin. Mereka muda. Saya tua.

Resiko pekerjaan mereka, jatuh dan mati. Resiko pekerjaan saya, pusing dan stress.
Saya tersenyum dengan mereka. Satu orang membalas dengan senyuman juga, sedang temannya sibuk menyiram kaca dengan air sabun. Terlihat titik-titik keringat keluar dari dahi mereka. "Hauskan mereka?", karena saya tidak melihat ada botol atau termos air minum. Ingin saya membantu mereka, tetapi terhalang.

Ada pembatas diantara kami, kaca kantor yg kuat dan tebal.
Saya menduga-duga dalam hati, tamatan apakah mereka? Mungkin SD, mungkin SMP, mungkin SMA atau STM. Tapi rasanya sekarang sudah jarang orang tamatan SD dan SMP yang diterima kerja di perusahaan kontraktor. Pastilah mereka lulusan SMA atau STM.

Saya perhatikan staf-staf saya sampai tenaga administrasi di ruangan kerja. Iya, ya. Semua staf rata-rata tamatan universitas, sedang sebagian besar tenaga adminstrasi rata-rata tamatan SMU. Hanya sebagian saja yang tamatan universitas. Dan sudah bukan rahasia umum lagi bahwa pekerjaan adminstrasi di perkantoran saat ini diserahkan kepada kontraktor. Begitu juga di kantor saya, sebagian besar tenaga kerja administrasi adalah kontraktor. Hanya clerk senior, sekretaris, dan staf-staf saja yang ditanggung langsung oleh perusahaan. Berapa gaji mereka?. Pernah hal ini saya tanyakan kepada salah satunya, "Satu setengah pak". Satu setengah juta rupiah untuk tenaga kerja adminstrasi selama delapan jam, dengan pekerjaan didepan komputer, dan surat menyurat. Mereka yang diluar itu berapa ya?, dan gaji saya? Hah, beda berlipat-lipat.

Ada pembatas diantara kami, walaupun sama-sama bekerja.
Ada pembatas diantara kita, karena beda waktu pendidikan hanya enam tahun.
Saya pernah mengalami seperti mereka. Baru satu tahun saya kuliah di Yogya, Bapak saya meninggal. Karena mengingat keuangan keluarga tidak memungkinkan saya memutuskan berhenti kuliah, dan mencari kerja. Dalam waktu yang pendek, saya diterima bekerja di perusahaan pupuk di daerah Sumatera, sebagai tenaga operator produksi. Hanya dengan ijazah SMA, dan setelah melalui seleksi berkali-kali dan lama, dilanjutkan dengan training enam bulan.

Pada saat training, saya lihat banyak kelas didalam gedung tersebut. Ada yang untuk kami, ada yang untuk kursus karyawan, dan ada juga yang untuk training karyawan staf. Saya...., ya training untuk tenaga non-staf. Waktu training tidak mendapatkan gaji, karena sistem gugur. Alhamdulillah, saya lulus, dan teken kontrak untuk percobaan satu tahun dulu.

Dapat gaji seratus ribu dibulan pertama, Februari 1981. Pekerjaan saya berat, karena harus bekerja fisik, dan melalui sistem shift. Kadang lima hari kerja malam, libur dua hari. Berikutnya kerja siang lima hari, libur lagi. Masuk kembali kerja sore. Begitulah terus-terusan.

Pada suatu saat, pernah saya sedang mengoperasikan pompa yang ngadat, datang seorang supervisor mendekati saya. "Berapa lama lagi pompanya bisa jalan, dik?".
"Kira-kira sepuluh menit, pak". "Ok, kalau sudah kasih tahu saya, ya". Saya lihat dia mencatat sesuatu, dan pergi.
Namanya Pak Agus, tamatan Teknik Kimia UGM. "Enak benar ya, kerjanya".
Dari obrolan sesama teman sekerja, saya menangkap kalau gaji mereka yang baru sekitar satu juta rupiah, atau sepuluh kali lipat dari saya.

Ada pembatas diantara kami, Saya lulusan SMA, dia lulusan universitas.
Saya operator, dia supervisor.
Saya non-staf, dia staf.
Beda 7 golongan antara saya dan dia. Bila kenaikan dari satu golongan ke golongan yang lebih tinggi dibutuhkan minimal tiga tahun, berarti 21 tahun lagi saya mencapai jabatan supervisor.

Ada suatu keinginan untuk merubah nasib, saya ingin jadi Insinyur, saya harus sekolah lagi. Berhasil.
Saya lulus dan diterima di universitas negeri di daerah itu. Karena kerja saya shift, maka waktu kuliah dan bekerja dapat diatur. Apalagi banyak teman yang membantu untuk menggantikan posisi di tempat saya bekerja bila bersamaan waktunya dengan ujian di kampus. Karena diselingi dengan bekerja, maka enam tahun akhirnya selesai. Cita-cita saya menjadi Insinyur tercapai juga.
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (QS An-Nisaa:32).

Dalam lamunan, saya dikagetkan dengan suara ketukan. Saya tersentak. Saya lihat ke arah pintu tidak ada tamu. Tapi ada ketukan lagi. Oh, dari jendela. Mereka mengacungkan jempol, dan perlahan-lahan gondola mereka turun ke bawah. Rupanya sudah selesai, dan mereka pamit.
Mereka tersenyum sewaktu saya lambaikan tangan.
Mereka pasti melihat saya, mungkin hati mereka juga berkata, "alangkah enaknya bapak itu kerja di dalam".

Tapi, pernahkah terlintas dalam pikiran mereka untuk merubah nasib?
Sehingga mereka dapat menembus batas pemisah kehidupan?
Mudah-mudahan suatu saat mereka membaca tulisan ini...........
===================

Postingan dari seseorang yang mengaku bernama sinang bulawan

Tuesday, August 25, 2009

Hidup Bersahaja vs Boros

Di dalam dompet manusia modern selalu dijumpai kartu kredit alias uang plastik. Produsen kartu kredit mendedahkan (menanamkan, ilalangliar) dogma bahwa dengan menggunakan kartu kredit, semuanya beres. Praktis dan aman penggunaannya. Dalam konteks ini, pengguna kartu kredit mengemas dirinya dalam lingkaran kehidupan yang dikendalikan oleh aktivitas hutang. Semakin banyak kartu kredit yang dimilikinya, semakin bebas membelanjakan uangnya. Semakin banyak hutang yang dimiliki, maka mereka dinobatkan sebagai warga masyarakat modern. Mereka juga mendapatkan sertifikat sebagai anggota masyarakat yang paling terhormat di jagat raya ini.

Atas nama kemasan gaya hidup modern, jaringan kapitalisme global selalu merayu pembeli dan calon pembeli agar senantiasa setia dibabtis menjadi konsumen loyal. Lewat rayuannya yang dahsyat, para pemilik kartu kredit dikondisikan sedemikian rupa untuk selalu berbelanja, agar para konsumen loyal ini mendapatkan diskon dan reward point atas objek barang dan jasa yang dibelinya. Di dalam benak konsumen loyal ditiupkan untaian kata mutiara: ‘’Demi sebuah rasa aman, berbelanjalah dengan menggunakan kartu kredit. Demi sebuah kenyamanan hidup di abad modern, berbelanjalah dengan cara berhutang. Sebab hidup dalam naungan hutang adalah representasi manusia modern’’

Berdasarkan inspirasi kata mutiara tersebut di atas, manusia modern akhirnya memegang prinsip hidup sebagai berikut: ‘’Hidupku untuk hutang dan hutangku untuk hidup’’. Dengan demikian, manusia modern harus bekerja keras mengumpulkan uang sebanyak-banyak, agar dapat melunasi hutang-hutangnya, untuk kemudian hutang kembali agar bisa membeli berbagai produk barang dan jasa yang dikemas secara modern. Prinsip gali lubang tutup lubang menjadi panglima sikap manusia modern. Demikian seterusnya sehingga lingkaran setan konsumtivisme saling sambung menyambung tanpa terlihat pangkal ujungnya.

Di dalam potret rumah tangga modern, tabiat boros menampakkan wajah buruknya sebagai sebuah sublimasi bagi orangtua yang tidak mampu mendampingi anak-anaknya secara maksimal. Pasangan orangtua yang bekerja di luar rumah lebih dari 6 jam sehari cenderung mewujudkan naluri kasih sayang pada buah hatinya dengan sikap permisif memenuhi seluruh permintaan anak-anaknya. Memberikan uang jajan dalam jumlah berlebih. Membelikan barang-barang konsumtif yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan oleh sang anak.

Akibatnya, anak-anak dengan mudah membelanjakan uang hasil ‘’sogokkan’’ orang tuanya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Mereka sangat paham dan hafal akan berbagai merek yang dikategorikan berkelas dunia lengkap dengan fitur-fitur keunggulannya. Mereka sangat memuja harta duniawi. Mereka pemuja konsumerisme dan hedonisme.

Lewat kartu kredit yang difasilitasi orangtuanya, akhirnya mereka menjadi sangat boros dalam membelanjakan uangnya untuk urusan konsumtif. Mereka penjadi konsumen potensial untuk produk industri hiburan, fashion, elektronika, otomotif, kuliner junkfood, rokok, bahkan narkotika dan psikotropika.

Sifat boros yang dikondisikan pejabat publik, wakil rakyat, dan orangtua yang super sibuk dalam perkembangannya memendam bom waktu. Setiap saat mudah meledak. Ledakan itu sudah menggantung di pelupuk mata. Hal itu terlihat ketika generasi muda cenderung menunjukkan tabiat malas mengolah segala potensi rasa dan karsa menjadi karya nyata yang mampu mewarnai dunia. Dampaknya, Indonesia menjadi bangsa yang lembek daya juangnya. Bangsa yang mudah dikibuli negara asing. Kita menjadi bangsa yang mudah bingung dan tersinggung karena tidak punya potensi dan jatidiri.

Generasi muda yang terjebak tabiat boros ini cenderung tidak pernah mau berpikir pentingnya sebuah proses alamiah dalam kehidupan demi menjaga upaya pendewasaan diri. Mereka menjadi sekelompok generasi instan yang tahunya serba beres, enak, bebas tanpa kendali, menyenangkan, dan tampak modern. Mereka menjadi generasi cuek, santai, abai akan masa depan, dan lingkungan hidupnya.

Pada titik ini, generasi boros sejatinya, setengah hati, jiwa dan pikirannya sudah dipasrahkan secara damai kepada produsen kapitalisme global. Mengapa demikian? Para penjajah ekonomi yang mengenakan jubah modernisme menyihir generasi boros dengan pola penyeragaman selera, citarasa, cita-cita, dan gaya hidup. Dikendalikan remote control kapitalisme global. Dihipnotis menjadi keledai dungu. Dikendalikan negara asing yang menjajah secara ekonomi, kebudayaan, dan ideologi.

Ironisnya, atas kenyataan miris semacam itu, mereka justru merasa tidak terjajah. Mereka sangat puas dengan instalasi merek impor yang melekat erat dalam badan sanubarinya. Mereka sangat bangga ketika dilantik menjadi konsumen loyal. Mereka tersanjung saat mendapat julukan konsumen setia.

Tabiat boros harus segera dihentikan, minimalnya dikurangi. Ketika dalam hidup dan kehidupan kita lebih mengedepankan tabiat boros dan mengumbar energi negatif untuk kesenangan sesaat, maka wacana ketidakseimbangan itu sejujurnya sedang membakar tubuh mungil kita. Artinya, tubuh kita seolah-olah merasa lapar, haus dan dahaga yang setiap saat harus dipenuhi dengan mengonsumsi berbagai produk yang hampir semua pengadaannya dengan jalan mengeksploitasi alam raya secara semena-mena dan subversif.

Kita harus ingat, hidup ini hanya mampir ngombe alias sesaat. Untuk itu agar terjalin keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual, seyogianya mulai mengedepankan pola hidup bersahaja, hemat, prasaja, eling, lan waspada. Sebab dengan menjalani hidup secara bersahaja, sejatinya akan menghindarkan orang-orang yang kita sayangi melakukan tindak pidana korupsi.

Selain mengedepankan pola hidup bersahaja, seyogianya perlu juga selalu memupuk rasa solidaritas kepada sesama umat manusia dalam untaian kasih sayang tanpa pamrih. Dan lebih penting lagi, senantiasa berserah diri kepada sejatinya hidup yakni Allah yang Maha Esa.



sumber: http://spiritkampung.blogspot.com/

Friday, July 31, 2009

Sederhana

"Hidup itu sederhana, mulai dari tempat tidur dan berakhir juga di tempat tidur".
"Hidup ini sederhana, kamu ambil keputusan dan kamu tidak boleh menyesalinya". (dapat dari film, lupa judulnya).
"Hidup ini sederhana, ciptakan impian kamu dan lakukan segala hal untuk mendapatkan impian itu". (dapat dari film juga, lupa judulnya).
"Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan." (Confusius).
"segala hal yang besar dimulai dari hal yg kecil dan sederhana".
"Buanglah kesombongan-mu & rendahkanlah dirimu dimata teman-temanmu, belajarlah untuk hidup sederhana walaupun kita punya segalanya, maka keakraban & kesetiaan akan terwujud". (dari blogger).

Lima peraturan sederhana untuk hidup bahagia.
1. Free your heart from hatred.
Bebaskan dirimu dari kebencian.
2. Free your mind from worries.
Bebaskan pikiranmu dari kesusahan.
3. Live simply.
Hiduplah secara sederhana.
4. Give more.
Berilah lebih.
5. Expect less.
Kurangilah harapan.
(milis tetangga).

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada".

Tuesday, June 30, 2009

Keputusan Untuk Kemaslahatan

Saat ini banyak sekali berita-berita yang kita dengar tentang Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Mulai dari prestasi yang pernah mereka torehkan, sampai dengan visi-misi mereka bila terpilih untuk memimpin negeri tercinta kita ini.
Mulai dari siapa yang mempunyai nilai lebih maupun siapa yang paling minim 'sisi negatifnya.
Ketika seseorang diminta untuk mengambil suatu keputusan yang sangat menentukan, tentu idealnya dia harus mempertimbangkan banyak aspek.
Mulai dari aspek pribadi (apa yang pernah dia alami, apa yang pernah dia rasakan), aspek sosial (apa yang dirasakan orang lain, apa yang dikatakan orang lain, atau apa yang menjadi pendapat orang lain), maupun aspek perintah dari yang mempunyai 'Yang Maha Mengetahui'.
Memang kadang (cilokone), apa yang dirasakan orang lain, apa yang dikatakan orang lain, atau apa yang menjadi pendapat orang lain tersebut sangat beragam, bahkan bertentangan.
Itu sangat jamak terjadi.
Mangkanya, terkadang kita mencari sumber (yang menurut kita dapat dipercaya) lain, termasuk pemimpin atau ulama kita.
Soal siapa yang paling banyak mudaratnya? atau yang paling banyak mudharatnya? Tentu pertimbangan ketiga aspek tersebut bisa kita jadikan acuan. Yang pasti, NIAT kita terhadap apa yang kita putuskan tersebut, haruslah (paling tidak buat kita sendiri) untuk Kemaslahatan, bukan untuk kemudharatan. (eh, malah ikut-ikutan berpendapat nih.... hehehe....)

Peace ah....!

Tuesday, June 23, 2009

Ibu ...

Aku lahir dari perut ibu..
bukan kata org...memang BENARKAN !!!.... ..)

Bila dahaga, yang susukan aku.....ibu
Bila lapar, yang menyuapi aku....ibu
Bila sendirian, yang selalu di sampingku....ibu
Kata ibu, perkataan pertama yang aku sebut....Ibu
Bila bangun tidur, aku cari....ibu
Bila nangis, orang pertama yang datang ....ibu
Bila ingin bermanja, aku dekati....ibu
Bila ingin bersandar, aku duduk sebelah....ibu
Bila sedih, yang dapat menghiburku hanya....ibu
Bila nakal, yang memarahi aku....ibu
Bila merajuk, yang membujukku cuma....ibu
Bila melakukan kesalahan, yang paling cepat marah....ibu
Bila takut, yang menenangkan aku....ibu
Bila ingin peluk, yang aku suka peluk....ibu

Aku selalu teringatkan ....ibu
Bila sedih, aku mesti telepon....ibu
Bila senang, orang pertama aku ingin beritahu.....ibu
Bila marah.. aku suka meluahkannya pada..ibu
Bila takut, aku selalu panggil... "ibuuuuu! "
Bila sakit, orang paling risau adalah....ibu
Bila aku ingin bepergian, orang paling sibuk juga....ibu
Bila buat masalah, yang lebih dulu memarahi aku....ibu
Bila aku ada masalah, yang paling risau.... ibu
Yang masih peluk dan cium aku sampai hari ni.. ibu
Yang selalu masak makanan kegemaranku. ...ibu
Kalau pulang ke kampung, yang selalu memberi bekal.....ibu
Yang selalu menyimpan dan merapihkan barang-barang aku....ibu
Yang selalu berkirim surat dengan aku...ibu
Yang selalu memuji aku....ibu
Yang selalu menasihati aku....ibu
Bila ingin menikah..Orang pertama aku datangi dan minta
persetujuan. ....ibu

Aku ada pasangan hidup sendiri....
Bila senang, aku cari....pasanganku
Bila sedih, aku cari....ibu
Bila mendapat keberhasilan, aku ceritakan pada....pasanganku
Bila gagal, aku ceritakan pada....ibu
Bila bahagia, aku peluk erat.....pasanganku
Bila berduka, aku peluk erat.....ibuku
Bila ingin berlibur, aku bawa....pasanganku
Bila sibuk, aku antar anak ke rumah....ibu
Bila sambut valentine.. Aku beri hadiah pada pasanganku
Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu"
Selalu.. aku ingat pasanganku
Selalu.. ibu ingat aku
Setiap saat... aku akan telepon pasanganku
Entah kapan... aku ingin telepon ibu
Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah kapan... aku ingin belikan hadiah untuk ibu


Renungkan:
"Kalau kau sudah selesai belajar dan berkerja.... masih ingatkah kau pada ibu?
tidak banyak yang ibu inginkan... hanya dengan menyapa ibupun cukuplah".
Berderai air mata jika kita mendengarnya. ........
Tapi kalau ibu sudah tiada....... ...
IBUUUU...RINDU IBU.... RINDU SEKALI....
Berapa banyak yang sanggup menyuapi ibunya....
Berapa banyak yang sanggup mencuci muntah ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup menggantikan alas tidur ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup membersihkan kotoran ibunya...... .
Berapa banyak yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya.....
dan akhir sekali berapa banyak yang men-DOA-kan ibunya......


Source: Siti Riyah on FB

Wednesday, June 17, 2009

Mimpiku angan-anganku

Apa mimpi Anda ketika anda masih kecil?
Apa mimpi anda saat masih SMP, SMA, atau saat kuliah?
Atau bila pertanyaan lebih lanjut bila anda baru lulus kuliah, apa mimpi anda saat ini?

Sewaktu kecil, mimpi saya sangat sederhana. Saya ingin melanjutkan sekolah ke sekolah guru. Menurutku menjadi guru adalah pekerjaan yang menyenangkan. Bisa memberikan ilmu buat anak didik, berbagi pengalaman hidup dan tentu saja 'melihat' mereka menjadi pintar, akan membuat suatu kebahagiaan yang tidak ternilai.
Sewaktu SMP, mimpi itu berubah.
Aku ingin jadi dokter.
Dalam benakku dengan menjadi dokter, tentu membuatku berkesempatan banyak menolong orang lain yang memerlukan. Aku ingat betul, bagaimana orang tuaku yang sakit (waktu itu panas demam), tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menunggu dengan harap-harap cemas. "andai saja, aku jadi dokter pasti aku bisa mengobati orang tuaku" begitu pikirku waktu itu.
Setelah SMA mengambil jurusan biologi (yang menurutku masih paralel dengan cita-citaku menjadi dokter), mimpiku berubah lagi.
Usia SMA, telah membuatku lebih realistis. Aku yang berasal dari keluarga sederhana, bahkan sangat sederhana. Tentu sangat sulit untu memiliki mimpi yang terlalu tinggi. Mimpiku harus disesuaikan dengan kondisi keluargaku.
Menjadi dokter bukanlah hal yang mudah. Karena disamping persyaratan 'kepintaran' terdapat syarat lain: keuangan yang cukup.
Akhirnya mimpiku 'hanya': aku ingin masuk ke bangku kuliah. Itu saja. ingin kuliah. Untuk sebagian orang ‘duduk di bangku kuliah’ mungkin hal biasa, suatu jalan yg memang harus dan pasti dilewati. Buatku, saat itu, kalimat ‘duduk di bangku kuliah’ merupakan sesuatu yang serius bahkan hampir seperti impian.
Aku yang hanya berasal dari keluarga sederhana, dengan empat orang adik-adikku, tidak muadh untuk kondisi seperti itu.
Namun, sekali lagi aku saat itu lebih realistis. Menjadi dokter, bukan 'hanya' mimpi yang sangat sulit kugapai. Tetapi tampaknya hanya merupakan angan-angan saja. Sehingga mimpiku, 'kuturunkan' hanya bisa kuliah saja. Yang pasti aku harus punya mimpi. Itu yang membuatku bisa semangat dan terus semangat.
Namanya juga mimpi, bisa tercapai bisa juga tidak..
Ternyata benar! Setelah lulus SMA mimpi itu laksana 'bunga ilalang liar yang terbang terbawa angin petang'. Pergi entah kemana.
Mimpi itu ternyata hanya angan-angan...

Bersambung.....

Tuesday, June 16, 2009

Obat Keresahan dan Kegelisahan Hati

Pernah merasa hati galau? gundah gulana? gelisah? atau hati resah?
Nih, kali ini Lang akan posting sebuah catatan dari seseorang, yang menurutku bisa dijadikan sebagi renungan.

Dalam kehidupan setiap orang, pasti mengalami pasang surut perasaan. Senang versus susah, nikmat versus sengsara. Yang dominan dalam hidup kebanyakan orang adalah rasa cemas, bahkan banyak orang diatanranya yang yang memilih jalan pintas “mabuk-mabukan, atau sekalian bunuh diri”. Semua itu akibat setres dan tidak mampu mengatasi kecemasan hidupnya. Kecemasan hidup seseorang disebabkan beberapa hal, mungkin karena gagal dalam usaha, tiadak lulus dalam ujian, diputus pacar, karena menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, atau mungkin karena malu pada keluarga, tetangga karena tidak mampu hidup layak, dan sebagainya. kali ini saya ingin berbagi tips bagaimana mengatasi kecemasan dalam hidup seseorang yang mengalaminya, seperti berikut:

1. Setiap masalah jangan dipendam dalam hati dan hindari duduk termenung sendiri
2. Kendalikan diri dengan membuang suver ego, tahu diri, terima sanksi dan banyak berdoa
3. Sibukkan diri dengan berdiskusi, olah raga, mengaji, sholat tahajjud (bagi orang muslim) dan baca buku yang bermanfaat dan menghibur ( berpikir dan berjiwa besar, Laa Tahzan dan buku bermanfaat lainnya)
4. Berfikir positif pada diri dan orang lain, lepaskan perasaan anda seluas mungkin dan refressing

Sumber: http://gusdibyo.wordpress.com/

Nah, gimana kira-kira? udah nggak galau, gundah gulana, gelisah alias resah lagi kan? :)

Friday, June 12, 2009

Tidur Sendiri

Ternyata nggak enak juga ya, kalo tidur sendirian.
Iya, tentu nggak enak. Setidaknya buat diriku saat ini.
Namun, mo gimana ya? Tempatku bekerja yang jauh mengharuskan aku meninggalkan rumah dan keluarga tercintaku. Aku ngontrak di tempat yang lebih dekat dengan tempatku bekerja. Ya, tentu saja supaya aku bisa bekerja lebih tenang, karena tidak khawatir terlambat masuk bekerja.
Nah, kembali ke 'tidur sendirian' tadi.
Kadang-kadang menjelang tidur, pengen ngobrol atau sedikit berbagi cerita. Menumpahkan kegelisahan, atau berbagi kebahagiaan.
Apalagi pekerjaanku saat ini yang bergelut dengan dinamika orang, terkadang menempatkan aku dan tim dalam posisi yang dilematis.
Personalia atau HRD memang terkadang menghadapi suatu kondisi yang kurang mengenakkan. Antara penegakan peraturan dan kemanusiaan. Namun, sebenarnya tidak sesederhana itu. Bukan hanya tentang peraturan dan punishment-nya, tetapi juga tentang apa yang terjadi dengan orang yang melakukan pelanggaran peraturan, bagaimana dengan kegiatan produksi bila orang tersebut, misalnya di berikan sanksi. Bagaimana kinerjanya, bagaimana kemauan kepala seksi di tempat terjadinya pelanggaran, dll tetek bengeknya.
Belum lagi konsekuensi perlawanan dari yang terkena sanksi. Mereka mungkin karena merasa 'terdesak', melakukan perlawanan atau bahkan mungkin melakukan 'ancaman' terhadap keputusan yang diberikan. Mungkin saja itu terjadi.
Itu semua terkadang terbawa ke rumah, atau bahkan ke tempat tidur.
Disitulah kadang-kadang muncul 'kerinduan' untuk bercerita sebelum tidur. Karena katanya dengan mengungkapkan kegundahan ataupun kegelisahan hati, maka akan mengurangi beban yang ada sehingga pada saat bangun tidur, kita sudah dalam keadaan fresh dan siap bekerja kembali.
Nah, jadi buat yang belum mempunyai temen tidur, cepet-cepetlah mencari temen tidur (dalam arti yang sebenarnya, punya istri atau suami!) hehee.....

Tuesday, June 09, 2009

Tugas dan Perjalanan

Kemarin pagi, aku berangkat untuk melaporkan pemutusan hubungan kerja yang terjadi di kantorku. Iya, melapor, melapor ke dinas tenaga kerja di ibukota kabupaten. Bersama dengan teman satu levelku yang sekaligus seniorku.
(Sudah beberapa bulan ini aku pindah bekerja dan dipercaya membantu mengurusi karyawan di sebuah Perusahaan Jepang di daerah barat pulau Jawa ini, di bagian yang jarang disukai orang, 'personalia'). Kali ini kami juga ditemani ketua dan sekretaris serikat ditempatku bekerja. Jadi kami berempat.
Berangkat dari kantor seperti biasa, kira-kira pukul 10.00 WIB. Dalam perjalanan, obrolan ringan selalu keluar dari mulut kami sambil menikmati perjalanan dari kawasan industi menuju ibukota kabupaten di Banten itu. Apalagi dari Soleh sering banget ngocol seenaknya tentang teman-temannya. Sekretaris Serikat yang bertubuh tinggi ini memang sering mengeluarkan obrolan dan candaan yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal.
“Bos, yang barusan gimana, mantap nggak?”
Tiba-tiba tanya sang sekretaris serikat itu kepadaku.
Aku yang tadinya bengong-bengong aja menikmati empuknya jok mobil Suzuki APV putih milik perusahaan itu, terperanjat kaget. Hehehe…
Seraya menoleh kearah yang dimaksud, sambil memperhatikan sejenak obyek (baca: cewek) aku menjawab sekenanya: “lumayan lah...”
Mataku masih yang kulihat kearah obyek tersebut yang menurutku memang lumayan ‘bagus’.
Lamunanku sejenak melayang.
Seandainya aku ada di sampingmu,
Bercanda menikmati hari....

Dua tahun terakhir ini, sepertinya tak henti aku digoda oleh perasaanku sendiri.
Setiap kali melihat wanita cantik, sering aku membayangkan aku berada disampingnya, bercanda dan menikmati hari.
Aku tidak mengerti, mengapa perasan itu begitu mudah hadir dalam hatiku.
Sama halnya tatkala aku sampai di kantor dinas tenaga kerja tujuan kami semula.
Aku koq begitu mudah merasa simpati dengan seseorang yang ada di kantor itu. Padahal dari sisi umur, aku melihat dia mungkin sudah lebih tua lima hingga delapan tahun di atasku.
Nah loh....! ;-)

Sunday, June 07, 2009

Hari Pertama

Kembali mencoba menulis dalam alunan yang mungkin berbeda.
Aku dengan ‘baju’ baru di tubuh lama, mengikuti alur cerita hati yang kadang juga ikut berubah-ubah.
Aku yang kini dengan perasaanku, dengan hati dan jiwaku, menorehkan catatan harian, mingguan atau bahkan tahunan dalam gerak langkah perjalanan. Perjalanan sang ilalang. Perjalanan ilalang liar, yang terus mencari makna sesungguhnya dari kehidupan.