Saturday, November 18, 2006

Bara Api

Engkau ceritakan itu
kamu yang bercinta
hanyutkan kesadaranmu
lepaskan cairan-cairan asmara
yang aliri kulit arimu

Geliat bara api
semburkan panas
tusuki sumsum
hanguskan keperkasaan

geliat bara api
menggumpal-gumpal
menjadi batu-batu raksasa
hancurkan kepala
berkeping-keping

Tangerang, Oktober 2006

Saturday, November 11, 2006

Gelisahku

tiga puluh menit saja
memandangmu lekat-lekat
tak mau kulepaskan
ingin terus memelukmu
kau lihat mataku
menyimpan binar itu
binar yang tidak bisa diterjemahkan
dengan satu dua kalimat
bahagia
sedih
gelisah
rindu
bercampur baur

Bandara Sukarno Hatta, Oktober 2006

Bila Hati Berisi Keseragaman, Maka Tiada Lagi Keindahan. Bila Keindahan Sudah Tiada Lagi, Maka Hidup Berarti Sudah Berhenti. Begitulah Suasana Hati.

Friday, October 20, 2006

Semoga Bertemu Ramadhan Tahun Depan

Buat teman2 semua, selamat menyambut hari raya Idul Fitri. Dengan Puasa, semoga kita menjadi Taqwa. Taqabbalallahu minna waminkum, taqabbal ya kariim.
amiin..

Thursday, October 19, 2006

Siang Ini

aku tersenyum kecut
tak yakin tekadku satu
lupakan kamu
yang terus bermain-main di pelupuk mata
yang masih bernyanyi di aliran darah

urat kakiku kurasakan gontai
aliran hidup terasa lambat
udara yang ku hirup terasa kering
terik terasa menguras air sukmaku

Dahagaku akan sapamu
mengais harapan di ujung pematang
sawahku kerontang tak menghijau
musim ini seakan terbius sikapmu


Tangerang, 19 Oktober 2006

Monday, October 09, 2006

Cerita Menjelang Tidur

wanita : apakah kamu tulus mencintaiku?

pria : iya, aku tulus mencintaimu.

wanita : apapun yang terjadi denganku?
pria : iya, apapun yang terjadi. mengapa ?
wanita tersebut terdiam sejenak, seakan sudah kehabisan kata untuk menyusun sebuah kalimat. lalu dia menatap pria itu dan berkata
wanita : aku...

pria : katakan saja, aku akan mendengarkan.

Si pria mencoba menjangkau lengan wanita, untuk meyakinkannya.

wanita : benar kamu tidak akan berubah? Kamu tidak akan marah?

pria : katakan saja. Si pria mencoba tersenyum manis.

wanita : aku sudah tidak seperti yang dulu... aku sudah berubah...

berat sekali tampaknya wanita itu melanjutkan kata-kata. Ia seakan tidak sanggup menatap mata penuh tanya sang pria yang mencintainya.

Si pria hanya diam termangu, menatap wajah si gadis sambil menunggu kata-kata dari wanita pujaannya itu. Ia, begitu khawatir dengan wanita yang dikasihinya itu. Apalagi sudah satu bulan ini, ia merasakan wanita itu seakan-akan ingin menjauh darinya. Ada apa? Pertanyaan itu selalu menghiasi hatinya.

Terlihat sang wanita berusah menguatkan hati untuk menyampaikan kata-katanya.

wanita : aku... sudah berubah, cintaku padamu sudah hilang...!

pria : apa!

Sang memekik, tidak menyangka dengan ucapan wanita idamannya itu.

wanita : aku... maafkan aku. Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi.

pria : iya, tapi kenapa?

wanita : getar itu sudah tiada lagi. Dan aku tidak bisa berdusta dengan hatiku.

pria : apakah karena ada pria lain?

wanita: tidak, bukan karena ada pria lain. hanya karena aku sudah tidak merasakan getar itu lagi.

pria :lalu bagaimana dengan cintaku?

wanita: kamu bebas mencintaiku, selama kamu mau.

Sang pria terdiam, lama menatap wajah cantik dihadapannya. Rasanya baru kemarin wanita itu dengan riang selalu mengatakan rindu, sayang dan cinta. Tapi kenapa, semuanya begitu cepat berubah?

Dia begitu bingung harus berkata apa. Dia juga bingung dengan kata-kata pertama yang dia ucapkan tadi “tetap akan mencintainya, walau apapun yang terjadi”.

Dengan gontai dia membalikkan badan mengambil keputusan lain, berpisah.

lamat-lamat dari pinggiran jalan terdengar nyanyian Samson yang begitu terkenal itu: "Walau.. kumasih mencintaimu, ku harus melupakanmu, kuharus merelakanmu..."
“mungkin aku salah dengan keputusanku, tapi aku tidak mau memaksakan perasaanku pada orang lain.” gumamnya pahit....



postingan ini adalah replika yang aku terima dari seorang teman, sempat juga kujadikan renungan tentang suatu keputusan. (sepahit apapun itu).

Tangerang, September 2006

Thursday, September 28, 2006

Terkadang Kita

Sebatang rokok pernah terselip di jari-jari kirimu
lantas engkau mengangkat gelas

sebagai perayaan kebebasan pergi dari kungkungan norma

kita masih terjebak pada hidangan pembuka
namun kita telah mabuk dan meminta hidangan penutup

Demikian terkadang kita merasa bosan dan membenci
agar punya alasan untuk pergi.

Tangerang, September 2006

Wednesday, September 27, 2006

Sudahi Saja

Ayo potong nadiku
agar napasku hilang
tiada lagi menghembuskan kerinduanku padamu

mengenalmu sejak lama
lama sekali
sebulan, setahun atau sepuluh tahun?
Ah, tidak!
baru lima bulan yang lalu
tapi kamu membuatku gila
dunia berputar cepat
rasanya sudah dua puluh tahun.

Ayo potong lidahku
Agar tiada lagi menyebutkan namamu

Memujamu membuatku sinting
hilang keperkasaanku sebagai lelaki
menjadi lemah, tiada berdaya

Tarian Ilalang dari Kedaton

Meninggalkan Kedaton dan Pergi jauh. Hanya itulah keinginan Dawa. Bukan karena ia tak cinta dengan mak dan ayahnya. Bukan karena ia tak cinta dusun tempat dia dilahirkan. Bukan juga karena ia ingin seperti Risnah yang pulang kampung membawa sebua mobil mewah dan seorang laki-laki kaya. Bukan karena itu. Semua karena ia tak ingin hanya menjadi ilalang liar yang menyemak di dusun kecil ini.
***

Subuh yang pekat dengan titik air. Seperti juga hari-hari yang lain, ketika telapak kakinya menginjak tanah basah dan mematahkan batang-batang rumput. Ranting berserakan di hadapannya, menunggu giliran terinjak. Di kepalanya terbalut kain batik panjang, tempat bertumpu tali rotan yang bersambung ke keranjang di punggungnya. Di depan sana bayangan Mak samar. Kaki Mak lebih lebar dan terlatih. Dawa harus berpeluh banyak untuk mengimbanginya. Masih jauh ke hutan karet. Ia tak boleh banyak mengeluh, supaya energinya tak terbuang percuma.

Gancanglah dikit!” Mak berseru tak sabar. “Lah terang hari ni.” (gancanglah dikit = cepatlah sedikit, lah terang hari ni = sudah terang hari ini)

Tak perlu dijawab. Dawa hanya perlu memanjangkan langkah. Menaikkan frekuensi napas hingga tersengal. Meninggalkan denyut nadi hingga mencapai angka seratus. Hingga sampai...

Batang-batang karet yang dirindui sekaligus dibencinya mulai tampak. Dirindui, karena melihatnya berarti dia bisa mengistirahatkan otot kakinya sejenak. Dibenci, karena batang-batang tinggi itulah yang harus ditemuinya sepanjang hari. Dedaunan berguguran ke tanah ketika angin mempermainkan ranting-ranting pohon. Sebagian mengenai mukanya lalu luruh ke kaki. Sinar benderang mulai tampak di ufuk timur.

Kres!” celurit Mak mulai menggores batang demi batang di depannya. Tampak menyembul cairan putih kental yang perlahan mengalir ke bawah, menuju batok-batok kelapa yang telah dipasang seperti mengkuk di sana. Satu. Dua. Tiga....

Apo gawe ngan? Menung kian guk patung!” (Apa kerjamu? Termenung saja mirip patung)

Dawa tersengat. Hati gadis muda itu mengkerut marah. Marah pada batang tinggi di hadapannya. Sampai kapan dia harus menjadi petani miskin di sini? Keras, dihujamkannya celurit di tangannya. Sungguh, pada saatnya nanti akan kutebang semua pohon karet ini.
***
Petang lah petang ke mane aku
Ambek kusekan di pucuk meja
Petang lah petang kemane aku
Dunie umbang dek bebada

“Sudah petang, kawanku,” Dawa mengingatkan. “Kite balek sekarang. Mak nanti marah.”

Risnah tertawa kecil. Lesung pipit di pipinya tampak dalam, sedalam suaranya. “Indah sekali petang ini. Sebentar lagi lah,” rajuknya.

Dawa menghela napas panjang. Hari ini mungkin hari terakhir dia bercengkerama bersama Risnah. Kalau toh lain kali mereka bertemu, suasananya sudah takkan sama lagi. Besok, teman masa kecilnya itu akan dibawa pergi oleh suaminya. Sang Tuan Kaya Raya yang baru seminggu menikahi Risnah.

Dalam diam, Dawa memandang paras kawannya itu lekat-lekat. Kulit wajah yang putih dan halus. Mata yang hitam bundar. Alis tipis terbentuk rapi. Dari jarak dekat, samar tampak bekas cukuran. Bibir merah merekah. Hidung mancung yang terangkat. Seingat Dawa, dulu hidung itu sama saja dengan hidung yang bertengger di wajahnya.

“Kenapa kau, Dawa? Ada yang aneh dengan wajahku ya?”

“Ngan cantik,” puji Dawa.

“Kau juga cantik.”

“Tidak. Cantikmu itu berbeda.” Aku takut melihat perubahan wajahmu.

Tanpa suara, Risnah tertawa. Giginya yang putih menyembul di antara celah bibir. “Eh, kau mau ikut aku ke Palembang?”

Tersentak oleh pertanyaan itu, Dawa menjawab gagap. “A... aku tak bisa.”

“Kenapa?”

“Mak dan Ayah. Mereka tak akan memberi izin. Sama seperti dulu, waktu aku minta izin melanjutkan sekolah. Aku ini gadis dusun, Kawan. Selama-lamanya aku akan terkurung di sini, memandangi kebun kopi. Juga menampas para,” getir nada suara itu. (Menampas Para: menyadap karet)

“Huh. Apa kau mau seperti itu? Selamanya?”

“Aku tak punya pilihan.”

“Oh ya, kau punya.”

“Mau apa aku di kota?”

“Kau bisa bekerja seperti aku. Aku akan mengurusmu.”

“Sebenarnya, apa yang dulu Ngan kerjakan di kota?” Kau demikian berubah, sampai hampir tak kukenali lagi.

“Aku melamar kerja di pabrik mie instant. Di sana aku bertemu Roy. Dia pemilik pabrik.”

Logat Kedatonmu hilang. Aku yakin kau tidak lupa dengan bahasa ibu kita. Tetapi gaya bicaramu sekarang sudah seperti artis-artis di televisi. Membuat aku merasa asing.

“Kau bisa memulai seperti aku. Sayang, Wa. Ijazah SMP-mu tak akan berguna di sini. Paling-paling kau akan menjadi penampas Para, lalu menikah dengan pria dusun.” Risnah mencibir. “Tinggallah di rumahku,” bujuknya lagi.

Ngan sudah bersuami. Aku tak mungkin tinggal di rumahmu. Mengganggu saja.”

“Tak apa,” Risnah memandang dengan mata berbinar. “Rumahku, eh, rumah suamiku besar sekali. Dua orang yang tinggal di sana bisa saja tidak saling menyadari kehadiran yang lain jika tidak diberi tahu.”

“Lalu, kenapa Ngan ditinggal di sini?”

“Aku akan dijemput besok. Suamiku pulang lebih dulu. Ada urusan bisnis katanya,” Risnah tersenyum kecil. “Tapi aku tahu, alasan sebenarnya adalah untuk menyiapkan kejutan untukku.”

Kejutan? Lelaki itu kembali ke Palembang dua hari yang lalu, meninggalkan istrinya di Kedaton hanya untuk merancang kejutan untuk istrinya? Dawa terbayang lelaki itu. Tubuh yang tinggi besar, dengan jas rapi. Usianya pasti jauh di atas Risnah, walaupun penampilannya seperti anak muda. Ada sesuatu yang tidak menyenangkan dengan pria itu. Sesuatu yang tidak jelas aku ketahui. Kenapa kesan itu yang aku tangkap?

Pandangan Dawa menerawang ke ufuk barat. Senja yang merah. Burung-burung mulai berterbangan kembali ke sarangnya. Pepohonan hijau mulai berbayang gelap. Udara di bukit kecil tempat dia duduk semakin berangin, membuat ilalang yang menyemak di sekitar mereka bergoyang. Menggigil. Sudah saatnya pulang, batin Dawa. Saat itulah terdengar deru mesin mobil, disusul bayangan mobil sedan mendekat. Setelah mobil itu berhenti di tepi jalan menanjak, pintunya terbuka. Seorang penumpang di dalamnya turun. Dawa merasakan tubuh Risnah menjadi tegak.

“Itu Roy! Wah, bukankah dia baru besok akan datang? Dia benar-benar membuat kejutan untukku.”

Sosok itu makin mendekat dengan senyum lebar. Dia menyeringai padaku. Pandangan mata itu liar seperti...

“Di sini rupanya bidadariku. Aku tadi dari rumah bapakmu. Katanya kau pergi dengan teman akrabmu dulu.”

Teman akrab...ya! Dulu kau adalah teman akrabku. Apakah sekarang kau masih teman akrabku? Kita dulu merajai peringkat juara di SD dan SMP. Kita dulu tak pernah berpisah sampai kau tiba-tiba memutuskan untuk merantau ke Palembang.

“Kapan kau sampai?” suara Risnah manja.

“Sudah agak lama, Darling. Aku sengaja membiarkan kau berkangen-kangenan dengan temanmu. Sudah lima tahun ya, kalian tak saling jumpa?”

Matanya mengerling padaku...

“Ini temanmu yang datang di hari pertama kita sampai kan? Kami belum sempat berkenalan,” pria itu mengulurkan tangan.

Dawa tidak menyambutnya. Mulutnya hanya bisa berucap, “Eh...”

Risnah mengakak. “Roy, dia ini dak pernah mau berjabat tangan dengan laki-laki.

Kau masih ingat rupanya. Bukankah dulu kau juga begitu? Kita menuruti kata Cak Mai, guru mengaji kita dulu.

“Benarkah? Gila, aku lupa kalau tempat ini masih menganut adat istiadat kuno.” Roy pura-pura terkejut, menutup mulutnya dengan kesepuluh jari. Jemari itu penuh cincin kuning bermata jeli. Menyilaukan.

“Ayolah kita pulang,” Risnah menyambut tangan penuh cincin itu.

Mereka bertiga pulang bersama. Sepanjang perjalanan, Dawa hanya diam sementara Risnah dengan semangat masih berusaha mengubah keputusannya. Dawa diturunkan di depan rumahnya, tak jauh dari rumah orang tua Risnah.

Dari dalam mobil sedan yang kini dijauhinya, tanpa disadarinya dua pasang mata mengamati. Mata dua orang pria. Roy dan supirnya.

“Ayu dan alami. Original...” seulas senyum tipis tersungging di bibir salah seorang lelaki. Yang lain mengangguk setuju.

“Aduhai, Bos. banyak yang cari tipe seperti itu.”

Di belakang, Risnah asyik memandang burung-burung dan senja merah yang mulai menghitam. “Sayang, kita pulang sekarang atau besok?”
***

Subuh yang pekat dengan titik air. Matahari akan terbit nanti, tapi tidak sekarang. Dawa mengayunkan langkah dengan berat. Pergi dari Kedaton. Tawaran yang menggiurkan. Dia tak lagi harus bergegas tiap subuh. Bisa lebih lama bercengkerama dengan sajadah dan mukenanya, menyambung tilawah sampai mentari dini muncul. Tidak harus berjalan jauh ke hutan karet untuk menorehkan luka di batang-batang kurus itu.

Derak ranting patah mengiringi langkah Dawa. Seandainya dia bisa pergi ke kota, dia tak ingin menjadi seperti Risnah. Dia ingin menjadi seperti ibu Lili, kepala sekolah di SMP-nya dulu. Ibu Lili juga dari kota. Lulusan universitas. Ibu Lili dulu selalu memuji nilai-nilainya. Ibu Lili selalu mengatakan kalau setiap orang punya hak untuk melanjutkan pendidikan. Setiap orang, bukan hanya anak laki-laki.

Mak dan Ayah tak setuju. Anak perempuan, sekolah tinggi mau apa? Tak perlu sekolah untuk bisa hamil dan melahirkan. Jika ada di antara tujuh anaknya yang pergi melanjutkan sekolah ke kota, dia pasti salah satu dari tiga adik laki-lakinya. Adik laki-lakinya! Padahal mereka bertiga masih duduk di bangku sekolah dasar. Masih lama untuk sampai ke jenjang SMU.

Kalau saja ada jalan lain. Jalan yang akan membawanya menuju bangku sekolah lanjutan. Jalan yang akan memuaskan keingintahuan yang bergelora di dadanya tentang bagaimana wujud tempat Bu Lili kuliah dulu. Bu Lili dulu pernah berjanji akan mengusahakan beasiswa untuknya. Janji yang tak kunjung ditepati sampai dia tamat SMP. Tak ada penerimaan beasiswa, kata Bu Lili dengan pandangan sedih. Tak ada. Karena itulah dia berada di sini, menjadi penampas Para bersama Mak.

Adakah jalan itu? Jalan yang akan menjadikannya sebatang pohon yang berbuah lebat lagi manis, yang akarnya menghujam di tanah Kedaton dan puncaknya melangit hingga angkasa. Pohon rindang tempat berteduh Ayah, Mak, dan keenam adiknya. Buah ranum dari pohonnya akan mengalirkan energi buat seluruh penghuni dusun. Jika dia berhasil menjadi orang 'besar', dia bisa mengaspal seluruh jalan di sini. Dia juga akan membelikan mobil untuk dipakai seluruh penghuni dusun untuk menjual hasil kebun ke kota. Pasti harganya akan menjadi lebih mahal. Uang mereka juga akan lebih banyak. Hanya itu yang dia inginkan.

Menjadi seperti Risnah? Memiliki harta berlimpah dan hidup bahagia? Apakah Risnah bahagia? Yang terakhir sangat disangsikan. Dawa bergidik. Kemarin malam, selepas isya, suami Risnah menemuinya hanya untuk menawarkan bantuan keluar dari Kedaton. Tinggal di Palembang menemani Risnah yang katanya sering kesepian. Sepanjang pembicaraan, matanya yang liar menjelajah tubuh Dawa seolah ingin melumatnya. Saat kata “tidak” terucap dari mulut Dawa, pria itu mencoba menjamah tangannya. Mengingat itu semua, Dawa mengelus tangannya sendiri. Tangan kanannya yang kemarin telah menginggalkan bekas tamparan di wajah Roy.

Derak ranting masih terdengar di bawah kakinya. Cuma derak itu yang menemani perjalanannya. Kaki Mak terkilir kemarin sore saat akan mengambil air di sungai. Adik-adiknya yang lain ada yang sekolah, ada yang pergi ke kebun kopi bersama Ayah. Bayang-bayang suram di sekitarnya mulai pudar ditimpa cahaya matahari. Burung-burung mulai bernyanyi menyemarakkan subuh yang menjelang. Sebentar lagi dia sampai.

Sebentar lagi...langkahnya terhenti. Ada yang lain. Ada derak langkah lain di belakangnya. Langkah diiringi dengus napas berat dan hawa napsu dendam. Dawa berbalik. Matanya silau oleh pantulan mentari di deretan cincin bermata jeli. Cincin itu berderet di jemari seorang lelaki.

“Manis, kita nikmati dulu pagi yang indah ini,” suara dari nereka mengoyak hatinya. Mungkin sebentar lagi...tubuhnya.

Aku tak kan pernah sampai di Palembang. Aku tak akan sempat menjadi pohon besar rindang berbuah lebat. Aku juga akan berhenti menjadi ilalang liar. Aku akan mempertahankan diri, kalau perlu sampai tak berdarah lagi.

Dawa meraba gagang celurit yang terselip di keranjangnya. Biarlah...

Keterangan:
Gancanglah dikit! : Cepatlah sedikit
Lah terang hari ni: sudah terang hari ini
Apo gawe ngan? Menung kian guk patung!: Apa kerjamu? Termenung saja mirip patung.
Ngan: Kamu
Menampas Para: menyadap karet
Pengarang : Dian Rennuati, Palembang
(Pemenang Harapan LMCPI VII Annida 2005)
Sumber : http://majalahannida.multiply.com/
Dimuat di Majalah Annida No 05/XV/Januari 2005

Tuesday, September 26, 2006

(Puasa) Ini Tentang Rasa

“Photonya bagus ya?” seorang teman saya bertanya padaku tentang photo yang dilihatnya. Aku melirik sebentar ke arah photo yang diperlihatkan kepadanya.
Di lembar photo itu ada sepasang pengantin dengan pakaian adat daerah. Dilihat selintas, dari warnanya yang merah menyala dan terdapat jumbai-jumbai di bagian tangan dan dada, serta untaian seperti anting-anting pada bagian depan yang berfungsi sebagai penutup kepala sang pengantin, aku mengira-ngira pakaian pengantin itu berasal dari daerah Sumatera Selatan sana, tepatnya pakaian adat Palembang.
“Bagus apanya?” keluar juga pernyataan protes dari bibirku.
“Coba lihat…!” begitu temanku itu sambil menyodorkan lembar photo itu padaku, “Pandangan mata pengantin pria begitu alami, tidak dibuat-buat. Senyum pengantin wanita begitu polos. Penataan latar belakang yang sederhana membuat photo ini memiliki ‘cerita’ yang sangat kuat. Sangat bagus!”
Aku mencoba memperhatikan apa yang bagus dari photo yang disodorkan temanku itu. Tetap saja aku tidak mengerti apanya yang bagus. Photo sepasang pengantin dengan memakai pakaian adat daerah Palembang. Warna merah menjadi dominan pada pakaiannya. Yang terlihat mulai dari bagian atas kaki ke atas. Menurut perkiraanku, sang pengantin sedang duduk saat photo itu diabadikan. Penataan latar belakang Photo pengantin itu biasa saja. Malah menurutku sangat sederhana. Di belakang sang pengantin diberi pembatas dari sejenis terpal berwarna biru yang sudah agak memudar. Di sudut kiri kanan menyembul tiang untuk dipakai untuk dijadikan atap sang pengantin. Tiang dari kayu itu dibiarkan tidak dibungkus dengan kertas, layaknya penataan panggung yang biasa dibuat oleh agen-agen pembuat panggung. Kesimpulanku semuanya sederhana, tidak ada yang istimewa.
“apanya yang bagus ya?” dalam hati aku tetap bertanya.
“Yo wes. Kamu emang nggak bakal ngerti, karena jiwa seni kamu nggak ada” Begitu temanku itu seakan menyerah.
---

Puasa, salah satu ibadah yang diwajibkan bagi orang-orang yang beriman agar menjadi taqwa. Banyak yang melaksanakan puasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Puasa, bukan hanya menyehatkan. Tetapi dibalik itu, terdapat keindahan yang luar biasa bagi siapa saja yang menjalankan. Analogi yang kupakai tentang ‘keindahan’ photo di atas, sama nggak ya, bila aku merasakan keindahan yang mendalam dari melaksanakan ibadah puasa ini? :)

Bagi yang menjalankan, "Selamat menunaikan ibadah puasa semoga dapat menjadikan kita menjadi taqwa". Amiin....!


Friday, September 22, 2006

Aku, Sang Ilalang Liar

Dunia internet, adalah dunia maya, suatu dunia tanpa batas. Aku, anda, dia, mereka, kita semua bisa menjadi siapa saja yang kita kehendaki. Menjadi seorang ‘dokter’, menjadi ‘konsultan’ menjadi ‘kiyai’ atau ‘pendeta’. Aku dan atau anda juga bisa menjadi ‘mahasiswa’, ‘pemandu’, ‘karyawan’, ‘pegawai negeri’, ‘direktur perusahaan’ atau bahkan anda atau aku bisa menjadi seorang ‘presiden’!
Dunia maya. Dunia tanpa batas. Anda bisa ‘mengaku’ menjadi siapa saja. Anda bisa muncul tiba-tiba. Andapun bisa menghilang tiba-tiba. Sekehendak hati anda. Tidak ada seorangpun yang bisa memaksa anda harus muncul, atau memaksa anda harus bersembunyi. Tidak ada seorangpun yang bisa memaksa anda menjadi ‘seseorang’ dalam dunia maya ini. Anda bisa menjadi siapa saja. Sesuai kehendak anda.
Aku sang ilalang liar. Mengaku, seorang pria ‘belum’ dewasa, masih dalam pencarian. Aku sang ilalang liar, mengaku seorang pecinta seni dan keindahan. Aku yang meyukai kehidupan yang apa adanya. Sederhana. Aku yang menyukai kejujuran dan keikhlasan, karena dengan kejujuran dan keikhlasan, seseorang dapat berbuat tanpa paksaan
Aku sang ilalang liar, yang menyukai persahabatan dan kekeluargaan. Karena selaku manusia, tidak mungkin bisa lepas dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Aku ingin eksistensiku diakui, dan dapat memiliki ‘arti’ bagi orang lain. Aku sang ilalang liar - kehidupan keras yang menempanya - berharap dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi keluarga, lingkungan dan dunia. Hehe...
Beberapa kali, aku juga berkenalan dengan netter yang mengaku bernama si-A, si B dan seterusnya. Ada yang menyapa bersahabat, memberikan saran dan saling mengingatkan. Ada pula yang terkesan 'agak' kurang bersahabat, 'agak' menuduh terkesan 'kurang bersahabat'.
Menurutku itu bagian dari dunia internet. Bagian dari dunia maya yang aku kenal... (tapi aku nggak apa-apa koq dengan semua itu...)
Ketika aku berkenalan dengan “presiden SBY” lewat fs, aku sempat berpikir-pikir “bener nggak ya, orang yang kukenal tadi presiden SBY?” :)
Aku juga berpikir-pikir, perlu nggak ya dibuat aturan khusus tentang siapa saja yang boleh mengaku ‘menteri’ ‘kapolri’ atau ‘presiden’?
(Yang ini mah, terserah pakar hukum internet deh... ! hehe..... )

Monday, August 28, 2006

Karena Aku Ingin Menangis

"Kenapa kamu menangis?"

Itu pernah menjadi pertanyaanku. Semasa kecil, beranjak remaja dan kini.

Masih ada tanya dalam hatiku, kenapa air mata diciptakan, sehingga orang menangis?


Waktu ku kecil, masih kuingat aku bertanya-tanya pada ibuku, kenapa dan untuk apa ada tangis. Waktu itu, aku merasa tangis itu tidak perlu ada. Tapi kata ibuku, waktu kecilku, aku sering menangis. Terutama bila keinginanku tidak terpenuhi, kata ibuku, aku marah. Dan bila rasa marahku tidak tertumpahkan, aku menangis.

Beranjak umurku, mulai ku ingat-ingat, bahwa rasanya memang dulu akupun menangis


Ketika acara perpisahan kelas enam, (saat itu aku baru kelas 3 di sekolah dasar) aku bersama beberapa temanku diminta membawakan drama. Pada saat aku 'mentas' kulihat mata bapakku berkaca-kaca. Sepertinya beliau menangis.

Namun, aku masih belum mengerti, mengapa ada tangis itu.


Ketika remaja, aku menyaksikan acara pernikahan. Waktu itu, aku merasa aneh, kenapa setelah selesai acara pernikahan itu, pengantinnya bergantian memeluk kedua orang tuanya dan mereka-pun menangis.


Ketika aku merantau, dan lama sekali tidak pulang. Aku merasa sangat merindukan orang tuaku dan akupun merindukan kampung halamanku. Setelah tiga tahun penantian itu, akhirnya aku bisa mengumpulkan uang untuk pulang menemui orang tuaku. Sesampainya di rumah sederhana kami, aku menyambut hangat tangan ibuku. Dan ibuku, memelukku erat, sambil menangis. Akupun ikut menangis.


Ketika bercerita persoalan yang dihadapinya, seorang temanku ada yang sampai menangis. Katanya dia merasa sedih, dia merasa berduka. Aku mulai menduga-duga, bahwa menangis disebabkan karena sedih, atau disebabkan karena dia berduka.


Saat alat komunikasi belum maju seperti saat ini, surat menyurat menjadi alat komunikasi utama. Pada waktu membaca surat, pernah seorang teman mengatakan bahwa ia sering menangis saat membaca surat yang dikirimkan padanya. Aku-pun menduga-duga, bahwa dia menangis karena dia gembira. Gembira karena isi surat itu membuatnya bahagia. Dan diapun menumpahkan kebahagiaanya lewat menangis.


Kini, saat alat komunikasi semakin maju, orang-orang menggunakan sms atau imel untuk berkomunikasi. Ada juga yang mengatakan bahwa saat membaca sms yang dikirimkan padanya, ia juga menangis. Ia mengatakan bahwa saat ia membaca imel dari seseorang, dia juga menangis.

Kali ini aku juga menduga-duga bahwa ia bahagia dengan isi sms atau imel yang dibacanya. Dan, iapun menangis.


Aku mencari-cari di buku-buku, mengapa orang menangis. Di buku yang kubaca itu, dituliskan bahwa menangis merupakan bentuk luapan emosi seseorang terhadap keadaan yang terjadi pada dirinya, bisa karena sedih atau karena gembira. Menangis bisa juga disebabkan karena perasaan gagal yang terjadi padanya. Menangis juga bisa terjadi bila terdapat perasaan berhasil dalam hatinya.

Dalam hatiku kembali terbetik tanya, emosi yang seperti apa sehingga orang menjadi menangis. Perasaan gagal dan berhasil seperti apa, sehingga orang menangis. Bukankah banyak orang yang gagal, banyak orang yang berhasil, tetapi tidak menangis? Apakah bila seseorang yang tidak bisa berbuat apa-apa juga dapat menyebabkan dia menangis?


Dalam suatu milis, pernah aku membaca suatu kiriman imel, "mengapa ibu menangis". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Seperti kata ibu dalam milis itu, saat ini masih ada tanya itu. Dan aku belum bisa menjawabnya. Aku merasa ingin menangis, mengapa aku tidak menemukan jawabannya.


Suatu hari, seorang teman berkata lewat handphone, bahwa dia akan menjemputku di rumah dan akan berangkat bersama untuk pergi ke tempat teman yang melaksanakan pernikahan.

"Nanti aku jemput ya? Kamu kan belum tau tempatnya. Jangan berangkat sama yang lain! Paling setengah jam aku tiba di tempatmu." Aku setuju, dan aku menunggu.


Setelah setengah jam dia belum datang. Satu jam, dua jam dia juga belum datang. Aku kirim sms, sms-ku memberi laporan menunggu. Aku coba telepon ke Hpnya, nggak aktip. Aku sedih, dia yang berjanji, tapi tidak ditepati. Aku hanya dijanjikan, tapi tidak dipedulikan. Rasanya aku ingin menangis. Aku merasa berduka, aku merasa sangat tergantung padanya, aku tidak dapat menghadiri pernikahan temanku itu. Aku tidak berdaya, dan aku juga marah. Aku terus menunggu dan menunggu. Aku menantikan berita darinya, hingga aku merasa letih, aku merasa capek dengan penantianku. Aku ingin menangis.


Dengan jari-jariku, aku menuliskan keadaan ini. Dan saat ada air mata yang menetes membasahi tut-tut keyboard komputerku, aku menyadari bahwa aku telah menangis.

Perasaanku bercampur aduk menjadi satu. Dan aku, masih belum mengerti mengapa aku menangis dengan penantianku.

Lewat tengah malam, ada sms yang masuk dalam HP ku. "Maaf, aku tidak bisa menjemputmu tadi. Aku berangkat ke tempat saudaraku. Tadi, kamu jadi berangkat kan?"

Aku hanya diam termangu membaca sms itu. Dan aku jadi bertanya, apakah aku perlu menangis lagi?


Tuesday, August 22, 2006

Kini, Aku Mengerti Sayangku

"Habis, mau gimana lagi. Aku nggak bisa apa-apa...!"
Aku sempat terkaget saat kata-kata itu meluncur dari mulutmu. Kata-kata itu memang benar. Benar adanya. Kamu sudah mengatakannya, bahwa kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Iya, ternyata terkadang aku terlalu memaksa dirimu untuk berbuat sesuatu di luar keinginanmu, terkadang aku terlalu memaksa dirimu untuk berbuat sesuatu di luar kemampuanmu.
Kata-katamu itu telah menghentakkanku, seakan menggugah hatiku tentang rasa 'ingin' dimengerti. Selama ini, tampaknya memang aku sudah terlalu banyak meminta padamu. Aku sudah terlalu banyak meminta pengertianmu. Selama ini, aku sudah terlalu banyak memintamu untuk berbuat sesuatu untukku. Dan... selama ini pula, kamu sudah melakukannya. Demi untukku. Pagi-pagi kamu sudah menyapaku, siang kamu mengingatkanku agar jangan lupa makan siang. Sore hari kamu kembali mengingatkanku untuk berhati-hati di jalan. Atau bila aku pergi, kamu selalu menyempatkan diri untuk berkirim SMS dan mengatakan "hati-hati di jalan Say". Malam hari, kamu 'menemaniku' hingga menjelang tidurku. Dalam tengadahmu, akupun tahu namaku menjadi bagian dari do'a-do'a yang engkau panjatkan. Pada saat di rumah, pada saat kamu kerja apalagi pada saat kamu pergi dalam perjalananmu, aku masih sempat meminta kamu untuk selalu mengabariku lewat SMS.
Aku sudah sangat banyak meminta padamu, wahai Sayangku. Aku sudah sangat banyak memintamu untuk mengerti aku. Dan sudah sangat banyak yang engkau berikan padaku. Perhatian, kasih sayang dan pengertianmu.

Maafkan aku sayang, selama ini sepertinya aku tidak menyadarinya. Namun percayalah,
kamu adalah bagian yang sangat penting dalam hatiku, dan kamu telah memberikan warna yang sangat indah dalam kehidupanku selama ini :)

* sayangku, saat pengertian itu datang, aku menyadari bahwa aku semakin mencintaimu *

Hari ini

Ajaklah aku terbang ke sana wahai bintang
biar aku bebas melihat dunia dari atas sana
Ajaklah aku terbang ke sana wahai bintang
biar di atas sana
aku bisa mencari kemana perginya burung perenjakku
yang pergi tanpa berita.

*aku rindu kamu Sayang, dimana kamu berada?*

Friday, August 18, 2006

Catatan Yang Belum Selesai

Tangerang, 18 Agustus 2006, 00:00 (saat pergantian hari...)

Bukankah sebuah catatan pun akan banyak bercerita tentang perjalanan yang engkau tapaki?

Kepalaku terasa lebih ringan setelah kelelahan yang kualami, saat satu dua teguk air putih melewati kerongkonganku. Tubuhku memang kurasakan agak berat, setelah seharian aku menghabiskan pagi hingga malamku ikut dalam aktifitas ‘tujuhbelasan’ di tempatku kerja dan di kampungku tinggal – kampung Sembung. Tanggal 17 Agustus memang memiliki makna yang mendalam bagi bangsa ini.

Aku tersentak saat ‘reminder’ di komputer berkedip-kedip. “jangan lupa tanggal 18 Agustus!”.

Iya, aku tidak akan lupa tanggal itu. Tanggal yang memiliki makna yang sangat besar bagi seseorang, istriku.

Rasanya, ingin aku membangunkanmu. Mengajakmu berbincang-bincang. Tapi, aku merasa sangat bersalah bila ternyata dengan caraku itu, malah mengganggumu. Akupun tidak mau mengusik ‘mimpimu’ di sana apabila ‘tiba-tiba’ aku hadir. Aku tidak mau Sayang. Biarlah, aku menatap wajahmu dari sini. Mendekapmu erat, melantunkan kata sayang dan cinta dengan caraku.

Kasihku, dalam kesunyian malam, semoga Tuhan mendengar do’aku untukmu. Kamu tahu, apa yang ku panjatkan?

Catatan kita belum lagi selesai sayangku, walau seberapa panjang yang dapat kita goreskan kita juga tidak mengetahuinya.

Catatan kita belum lagi selesai sayangku. Pagi akan berputar menuju siang, siang merambat mencapai senja, senjapun beranjak memeluk malam. Terus, dan terus akan berputar. Dan catatan kita akan semakin panjang.

Selamat Ulang tahun Sayangku, Kekasihku, Istriku. Semoga kamu semakin mencintaiku, dan semoga goresan pena dalam catatanmu akan berisi cerita-cerita bahagia sepanjang hidupmu. Amiin..

Tuesday, August 08, 2006

Tuntaskan!

Minggu yang lalu, kami melakukan survey. Survey terhadap pengelola catering yang mengajukan proposal untuk mengisi kantin di tempat kami bekerja. Saya selaku unsur serikat pekerja bersama seorang dari Manajemen dan seorang lagi dari panitiakecil yang dibentuk. Di perjalanan beberapa kali, teman kami (wakil panitia kecil tadi yang kebetulan dari bagian Maintenance) mendapat panggilan lewat telepon genggam.
"Pak, telepon Mr. Sinouchi udah dibenerin?" pertanyaan dari ujung telepon sana.
"Udah, pak"
"loh, katanya lum bisa nelpon"
"iya, kemaren itu udah saya telpon ke Telkom. Orang Telkom udah dateng, katanya udah ok"
"tapi, tadi itu Mr. Sinouchi bilang, belum bisa dipake."
"iya, bisa jadi pak, soalnya kata orang Telkom, mungkin PABXnya jebol"
"Terus, berarti belum berfungsi dong...!"
"ntar saya mo telpon ke Panasonic biar ngecek PABXnya, mungkin harus ganti"
"lalu, kira-kira kapan? Kamu cepet balik deh!"
"Waduh, belum tau juga pak, bisa jadi harus ganti kabel segala, lagian ini nyampe juga belum pak, ntar sore deh..!"
-----
Pekerjaan atau apapun yang kita lakukan, sering tanpa kita sadari menjadi tidak tuntas, tertunda-tunda. Contoh kasus tadi seakan menjadi pembenaran, bahwa dengan hanya mengatakan udah ok dan ntar deh, semuanya udah selesai.
Dalam sebuah tulisan tentang disiplin sering kita baca bahwa penuntasan sering terhambat oleh proses intelektualisasi dan praktek berfilsafat, sehingga kita tidak fokus pada implementasi. Kita sering berfilsafat dan talk only tanpa melakukan langkah nyata. Padahal, dimanapun kita berada, terlebih-lebih di dunia kerja, menuntaskan suatu pekerjaan akan menjadikan kita bisa kompetitif dan produktif. Suatu hal yang menjadi modal utama untuk berkiprah di dunia kerja dan dunia nyata lainnya.
Kadang kita seakan tidak menyadari bahwa kita benar-benar hidup dalam dunia kerja. Dunia nyata. Dunia kerja adalah dunia dimana hanya hasil kerja yang berlaku. Dunia kerja adalah dunia action. (Begitu kata Eileen Rachman, seorang training provider terkenal). Selain itu, ungkapan time is money memang sangat sesuai dengan prinsip bisnis. Dalam dunia kerja, waktu menjadi tolok ukur utama dalam penyelesaian suatu pekerjaan, di samping tentunya competitive cost. Bila terlambat, maka customer akan kecewa, yang bisa berdampak larinya customer pada perusahaan lain. Ini tentu saja, ujung-ujungnya dapat berdampak negatif pada kita selaku pekerja.
Dalam pelaksanaan kerja, jangan terlalu banyak menanyakan mengapa?, tetapi tanyakan: kapan, apa, berapa dan oleh siapa. Dan berdaarkan teorinya, kitapun harus bisa menggambarkan action secara spesifik dan terukur, bukan analisa, apalagi: teori!
Dalam dunia manajemen, istilah follow up dan follow through sudah sangat sering kita dengar. Begitu seringnya, sehingga terkadang kita lupa berorientasi pada hasil. Padahal follow up dan folow through itu seharusnya berdampak pada hasil akhir. Artinya tindak lanjut tadi harus mendorong ke arah penuntasan, bukan penundaan!
Evaluasi memang sering membuat kita kawatir dan cemas. Tetapisebenarnya, inilah satu-satunya alat untuk membuat diri kita terbiasa mengukur kinerja. Evaluasi kinerja membuat kita berani gagal, dan juga lebih berani dalam mengambil resiko.
Sehingga, apapun persoalan yang kita hadapi dapat terselesaikan secara tuntas! Dan itu membuat kita lega. Hanya dengan rasa lega karena semua tugas sudah tuntas itulah, mental dan fisik kita benar-benar bisa merasa rileks dan merasa puas. Itulah salah satu bentuk kebahagiaan. Jadi, jangan menunda, ayo tuntaskan!

Wednesday, August 02, 2006

Dewasa...

Untuk menentukan apakah seseorang dikatakan dewasa atau belum, dapat ditinjau dari berbagai sudut. Dari segi hukum, tentunya dilihat dari undang-undang dan peraturan pemerintah. Misalnya saja peraturan penggajian yang menyatakan, anak yang sudah berusia 21 tahun tidak lagi ditanggung oleh ayahnya karena telah dianggap dewasa. Begitu kata seorang pakar yang jebolan sekolah hukum.

Dari segi psikologi perkembangan kedewasaan seseorang bukan hanya diukur dari kematangan fisik (tinggi/berat badan, terjadi kematangan seksual, dll) tetapi terutama dari segi kepribadian (sosial, kognitif, emosi, dan sebagainya) meski pada masa kini tidak ada batas yang tegas dalam hal usia untuk membedakan apakah seseorang sudah tergolong dewasa atau belum.

Hal ini terungkap dari pernyataan, "adolescence begins in biology and ends in culture". Saat berakhirnya masa remaja, dimulailah masa usia muda, masa di mana seseorang dituntut untuk menjadi orang yang dewasa. Namun bagi masyarakat tertentu (juga Indonesia?), kedewasaan seseorang itu dapat saja muncul di berbagai usia, tergantung kepada tuntutan apa yang hendak diterapkan.
Seperti contoh tentang peraturan penggajian misalnya. Atau UU Perkawinan kita yang menetapkan usia 18 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki untuk diizinkan menikah (masih kita segera untuk menikah, hehehe...); atau 18 tahun untuk mengemudi mobil baik bagi lelaki maupun perempuan, dan lain-lain.

Ada masyarakat yang menetapkan seseorang dapat dianggap dewasa secara sosiologis jika telah mampu membiayai diri sendiri, telah memiliki karir, atau menikah (nah, ini menjawab pertanyaan temenku Piet tentang masalah nikah, halo Piet..! Are You hearing me?) Atau kematangan intelektual yang biasanya dicapai jika seseorang telah mampu berpikir abstrak. Atau kedewasaan emosi yang terukur dari kemampuan seseorang untuk mengontrol dirinya, telah memiliki identitas diri, dapat berpisah dari orangtua, sudah mengembangkan sistem nilai sendiri dan mampu membina hubungan persahabatan maupun cinta (kata-kata 'cinta' ini khusus untuk seseorang di Yogya sana, ini mungkin tentangmu Sayang...).
Namun perlu diingat, ada saja orang yang tetap belum dewasa secara emosional ataupun sosial berapa pun usia kronologisnya.

Dewasa, dalam kehidupan sehari-hari, mungkin merupakan suatu sikap yang ‘dianggap’ sesuai proporsinya untuk tiap-tiap suatu 'keadaan' yang dihadapinya. Mungkin gitu deh kira-kira.
Kok mungkin ya? :)

Friday, July 07, 2006

Kapten Laut

Laut yang ganas menghasilkan kapten yang tangguh. Itu kata-kata yang aku dengar dari bapakku beberapa tahun yang lalu, saat aku ingin berangkat meninggalkan kampung halamanku, menuju tanah rantauan. Ternyata kata-kata itu pernah juga diucapkan oleh ahli marketing luar negeri sana. Aku nggak begitu peduli, siapa yang mempopulerkan kata-kata itu. Yang aku tahu, bahwa kata-kata itu begitu penuh arti. Setidaknya bagi diriku....

Tuesday, July 04, 2006

Cita-Citaku

Teman 'lama'ku berkunjung ke Jakarta beberapa hari yang lalu. Rencana awal, katanya hanya sekitar seminggu. Tapi, ternyata terpaksa diperpanjang hingga dua minggu, karena temannya di Jakarta sakit. Dia menemani menunggu si sakit. Pada saat itulah (tapi, hampir tengah malam loh...) aku berkesempatan bertemu dengannya di RSI Cempaka Putih Jakarta. (Terimakasih ya, atas pertemuannya).
Layaknya dua orang teman lama yang baru bertemu kembali, saya merasakan keakraban yang sangat kental diantara kami. Ngobrol ngalor ngidul, tentang perjalanannya menyusuri Pulau Jawa, mulai dari Yogya, Bandung, Bogor terus ke Jakarta. (dalam hati, aku pengen juga seperti dia, bisa berkeliling keliling, keliling Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Bali. puiih...! rasanya gimana ya...? )
"Lang, kamu jadi penulis aja!" Begitu diantara kata-kata temanku ini.
"Apa, jadi penulis?" aku masih bertanya untuk meyakinkan?
"iya, jadi penulis. Tulisanmu kulihat cukup bagus. Bener deh... Kan sayang"
Aku hanya tersenyum kecut. iya sih, memang cita-citaku sebenarnya 'hanya' dua saja. Yang pertama, menjadi guru, yang kedua menjadi penulis.

Menjadi guru, mungkin sebagian dari cita-cita itu sudah terlaksana. Walau tidak full time, aku sudah mengisi sebagian hariku menjadi guru. (Namun, menurutku aku belum sepenuhnya menjadi guru. Guru yang dapat dijadikan teladan, guru yang dapat 'mendidik' dan mengayomi, guru yang mendorong untuk kemajuan, guru yang menyuarakan kebenaran tanpa pamrih, guru yang terus menerus tanpa henti untuk mengamalkan ilmunya untuk orang lain yang memerlukan). Aku baru menjadi 'guru' dalam konteks memberikan materi mata pelajaran / mata kuliah di depan kelas. Tampaknya baru sebatas itu.
Yang Kedua, menjadi penulis.
Menurutku menjadi penulis dapat membuat seseorang 'berumur' panjang. Berumur panjang dalam arti: orang akan selalu mengenal kita dari tulisan-tulisan kita. Orang akan mengenang kita dari apa yang kita tulis.
Dengan menulis, kitapun dapat menanamkan kebaikan. Dengan menulis kita dapat berbagi pengalaman, dapat berbagi cerita. Dengan menulis kita dapat mengingatkan akan suatu kejadian atau peristiwa. Dengan menulis membuat kita dapat membuat 'prasasti' yang sesungguhnya tentang perjalanan hidup kita. Menjadi penulis, menjadi cita-citaku dari kecil.
Nah, ini yang kurasa masih jauh.
Saat pertemuan dengan teman (kuliahku dulu) tiga hari yang lalu, nada yang sama juga keluar dari ucapannya "Bang Hans begitu mereka memanggilku- kenapa abang nggak nulis aja? Pemikiran-pemikiran abang akan sangat bermanfaat bila dituangkan dalam tulisan."
Kembali aku terdiam bila mendengar kata-kata seperti itu.
Tampaknya, aku memang harus belajar lebih banyak lagi untuk mewujudkan cita-citaku yang satu itu. Aku memang harus berusaha lebih keras lagi untuk menuangkan pemikiran-pemikiran yang ada di kepalaku menjadi tulisan yang enak dibaca dan komunikatif. Ada yang bisa bantu...? :)


Terima kasih kawan, kata-katamu semakin menguatkanku untuk mewujudkan cita-cita itu.

Thursday, June 29, 2006

Ajari Aku

Ajari aku kasih
'tuk mengerti dirimu
Ajari aku kasih
'tuk mengerti sikapmu

Banyak yang tak kumengerti
Separuh hatiku telah kau ambil
Kau siramkan cerita-cerita
tentang langkah-langkah yang membekas dalam
tentang masa-masa yang kau lalui
tentang tangan-tangan penuh kehangatan
yang terasa melindungimu
tentang banyak sekali yang masih lekat erat
dalam ayunan langkahmu
Kau katakan itu masa lalumu
Tapi ku rasa
semuanya masih kau simpan
dalam buku yang kau pegang
yang kau bawa melangkah
menyusuri hari-harimu.

Ajari aku kasih
'tuk menjalani hidup
dengan masa lalu, kini dan masa depan
----------

Note: istriku aku belajar banyak darimu, bukan hanya tentang 'itu' dan 'ini' tetapi juga tentang memaknai suatu perjalanan dan aku berharap dapat 'belajar' lagi dan lagi darimu.

Tuesday, June 13, 2006

Melampaui Diri Sendiri

Ini sebuah kisah nyata yang diceritakan oleh seorang bijak. Suatu malam, seorang laki-laki datang ke rumahnya dan berkata, "Ada sebuah keluarga dengan delapan anak yang sudah berhari-hari tidak makan." Mendengar hal itu bergegaslah orang bijak itu pergi membawa makanan untuk mereka.
Ketika tiba di sana ia melihat wajah anak-anak itu begitu menderita karena kelaparan. Tak ada kesedihan ataupun kepedihan di wajah mereka, hanya derita yang dalam karena menahan lapar.
Orang bijak itu memberikan nasi yang dibawanya pada sang ibu. Ibu itu lantas membagi nasi itu menjadi dua bagian, lalu ke luar membawa setengahnya. Ketika ia kembali, orang bijak itu bertanya, "Kau pergi kemana?" Ibu itu menjawab, "Ke tetangga-tetanggaku. Mereka juga lapar."
Orang bijak itu tercengang. Ia tidak heran kalau si ibu membagi nasi itu dengan tetangga-tetangganya, sebab ia tahu orang miskin biasanya pemurah. Yang ia herankan adalah karena si ibu tahu bahwa mereka lapar. Biasanya kalau kita sedang menderita, kita begitu terfokus pada diri sendiri, sehingga tak punya waktu untuk memikirkan orang lain.
Si ibu dalam cerita di atas adalah contoh orang yang telah dapat melampaui dirinya sendiri. Ia dapat melepaskan keterikatannya pada kebutuhan fisik dan secara bersamaan memenuhi kebutuhan spiritualnya yaitu untuk berbagi dengan orang lain. Kualitas semacam ini tentu tak dapat diraih dalam waktu singkat. Ini memerlukan proses pergulatan batin yang cukup panjang.
Kehidupan manusia memang senantiasa menjadi tempat pergulatan dua kepentingan utama: fisik dan spiritual. Kepentingan fisik adalah hal-hal yang kita butuhkan untuk bisa hidup di masa sekarang, seperti sandang, pangan dan papan. Ini kebutuhan jangka pendek kita. Sementara, kepentingan spiritual adalah hal-hal yang kita butuhkan untuk hidup di masa sekarang dan masa yang akan datang. Ini adalah kebutuhan jangka pendek sekaligus jangka panjang.
Pemenuhan kedua macam kebutuhan ini akan menghasilkan kualitas hidup yang tinggi. Sayang, banyak orang yang tak menyadari hal ini. Mereka menghabiskan hidup mereka hanya untuk mengumpulkan harta benda. Untuk itu mereka juga tak segan-segan menggunakan cara yang buruk: menciptakan kebijakan yang menguntungkan diri sendiri, menguras uang rakyat, mencuri uang perusahaan, maupun menciptakan konspirasi yang merugikan orang banyak.
Kalau kita renungkan secara mendalam, semua kejahatan yang ada di dunia ini berasal dari satu kata: keserakahan. Dan, akar keserakahan adalah pada cara kita memandang hidup ini. Selama kita melihat diri kita semata-mata makhluk fisik belaka, selama itu pula kita tak dapat membendung keinginan kita untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Betapa banyaknya dalam kehidupan sehari-hari kita melihat orang yang berpenghasilan biasa-biasa saja, tetapi memiliki harta yang luar biasa banyaknya.
Ada banyak alasan yang dapat dikemukakan untuk merasionalkan hal itu. Pertama, semua orang yang mendapat kesempatan pasti akan melakukannya. Kedua, penghasilan yang saya dapatkan terlalu kecil dan tidak seimbang dengan pengorbanan yang saya berikan. Ketiga, toh kekayaan yang saya dapatkan tidak saya nikmati sendiri tetapi saya gunakan untuk membantu anak yatim, membiayai orang tua dan saudara yang sedang sakit, membangun sekolah, dan sebagainya. Dengan berbagai alasan tersebut kita mendapatkan ''ketenangan sementara'' karena seolah-olah perbuatan yang kita lakukan telah berubah menjadi legal, rasional atau paling tidak dapat dimaklumi.
Namun, ketenangan semacam ini tidaklah langgeng. Pasti ada sesuatu dalam diri kita yang kembali mengusik kita, membuat kita resah dan gelisah. Perhatikanlah orang-orang yang hidup dengan cara ini. Mereka sangat rentan terhadap perubahan yang sekecil apapun. Mereka sangat jauh dari ketentraman yang sejati. Betapapun banyaknya harta yang mereka kumpulkan tak akan pernah melahirkan perasaan cukup dan puas. Sebuah pepatah mengatakan, ''The world is enough for everybody, but not enough for one greedy.'' Apa yang disediakan oleh dunia ini sebetulnya cukup untuk semua orang, tetapi tidak akan cukup untuk seorang yang rakus.

Disadur dari berbagai sumber www.republika.co.id

Monday, June 05, 2006

Tanda-Tanda Kah?

Teman saya sembari berjalan menuju kantin, untuk makan siang di tempat kerja berkata pada saya, "Lang, Dua daerah Istimewa di Indonesia dilanda musibah besar-besaran nih. Kamu liat nggak bahwa ini merupakan tanda-tanda?"
Aku terkaget. Aku juga baru nyadar kalo musibah besar dua tahun terakhir ini terjadi di Aceh dan di Yogya, dua daerah Istimewa. Iya, daerah istimewa. Tapi, terus terang, aku tidak tahu apa yang dimaksudkan teman saya itu.
Aku tidak mau memperjang pembicaraan masalah itu.
Memang, akupun pernah mendengar dari para ulama, baik itu melalui ceramah, atau khutbah-khutbah, bahwa suatu musibah bisa merupakan ujian atau cobaan, bisa merupakan teguran dan bisa juga merupakan azab.
Indonesia, negaraku ini, yang memiliki dua daerah yang disebut istimewa tadi, menurutku sedang diberikan teguran, agar 'memperhatikan' dua daerah istimewa ini. (ah... aku tidak bisa berprediksi untuk musibah ini, yang penting menurutku saat ini, mari kita galang solidaritas dan kebersamaan kita untuk meringankan beban sodara-sodara kita yang sedang dilanda musibah tersebut). Yang berharta, mari bantu dengan harta. Yang memiliki tenaga dan keahlian, mari bantu dengan tenaga. Yang bisa membantu dengan do'a, mari kita bantu dengan do'a.
Aku turut berduka saudaraku,
Aku dengar jeritmu dari sini...
Aku dengar..
 

Tuesday, May 23, 2006

Aku Terlambat Berbuat?

.......
Dunia sedang dilanda kalut
Alam semesta seperti merintih
Kau dengarkan......

Aku tak bisa untuk tak peduli
Hati tersiksa.
Aku bersumpah
untuk berbuat yang aku bisa!

Iya! Kita harus berbuat. Kita harus berbuat yang kita bisa. Apapun itu. Jangan menunggu!
Terlalu sering kita menunggu. Menunggu dan menunggu. Padahal waktu, terus bergulir. Waktu terus berjalan meninggalkan kita. Saat kita tersadar, ternyata kita telah jauh tertinggal.
Seorang teman, (yang dulu sangat) akrab (dengan) saya, tadi pagi menghentakkan saya dengan 'centilan-centilan' seperti itu. Secara pendidikan, teman saya itu (memang) tidak seberuntung saya yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Dia (baru bisa) mengenyam pendidikan SMA, tetapi secara penalaran dan 'pemahaman' tentang makna kehidupan, dia sangat-sangat mumpuni.
"Hidup ini, mau dijadikan seperti apa, tergantung pada kita kawan!" lagi-lagi dia menghentakkan saya.
"Terlalu banyak tekanan di sekeliling kita untuk mengikuti pola hidup 'konsumtif' dan mengedepankan mimpi-mimpi. Bagaimana tidak, bangun pagi kita harus berpacu dengan waktu untuk bekerja, untuk sekolah dan sebagainya. Saat itu, disekeliling kita telah dipenuhi iklan-iklan. Iklan kecantikan, iklan untuk berbelanja, iklan untuk makan. dan Iklan-iklan lain. Padahal dari mulai pagi, siang hingga malam, masih terus harus memikirkan keadaan ekonomi, sehingga membuat kita harus terus menerus bekerja keras".
"Tontonan di TV menampilkan kehidupan glamour, egois tapi juga membuat kita cengeng!"
"Kita diajak bermimpi, tapi kita tidak diajak untuk berbuat, kawan!"..............
..........
Aku terdiam!
Kata-kata ini membuat saya 'menjadi' ingin introspeksi terhadap apa yang telah saya lakukan. (Paling tidak untuk saat ini).
Dalam hati, terbersit pertanyaan: Apakah saya juga hanya ikut bermimpi, tanpa berbuat ya?
Apa saya juga sudah termasuk kategori ini ya? Kategori yang hanya bermimpi hidup glamour, egois tapi juga cengeng? puiihh, saya koq jadi malu sendiri :-D

Terima Kasih Kawan, Aku Akan Segera Berbuat! Untuk Lebih Baik.

Thursday, May 18, 2006

Hari ini vs Seminggu yang lalu

Puih....!
Tertinggal berbagai rasa, setelah mengikuti perjalanan 'singkat', dalam mencari 'suasana' yang lain dari biasanya di Pantai Anyer empat hari yang lalu.
Aku bersama beberapa teman kuliahku sebanyak 20 orang, sepakat untuk menghabiskan liburan hari Sabtu kemarin di ujung kulon sana.
Ombak yang saling berkejaran, yang mengeluarkan suara deburan panjang terkadang menjadi pilihan dalam menghabiskan hari liburan bagi sebagian orang.
Berangkat dari kampus-ku di bilangan Cikokol Tangerang dari pukul 10.30 pagi, menuju 'sasaran'.
Perjalanan yang memakan waktu lebih dari 3,5 jam itu masih ku coba untuk menikmati suasana alam Banten dengan dengan attribut kemajuan jamannya saat ini.
Keluar dari Tol Tangerang menuju arah Merak, telah berjejer bangunan-bangunan baru, yang dengan genitnya menghiasi wajah pinggiran jalan penyanggah ibukota itu.
Terbetik pertanyaan di hatiku, "Uang dari mana ya, mereka bisa membangun gedung-gedung bertingkat itu?" "Sebenarnya apa memang negeri ini masih merupakan negara miskin, sementara gedung-gedung itu belum selesai tapi tertulis 'habis terjual'? "
Sesampainya di Pantai Anyer sekitar jam dua siang. Itupun kami sempat mondar-mandir mencari penginapan, karena tempat yang pertama kami booking, kurang sesuai dengan kondisi yang sampaikan.
Setelah mencari sana mencari sini, akhirnya jadilah kami menginap di Puri Retno. Tenang.....
Setelah menghabiskan satu porsi makanan kotak yang sengaja di bawa oleh bagian 'konsumsi', sepanjang sore menjelang malam minggu itu, kami menghabiskan waktu untuk berjalan menyisiri pantai.
Deburan ombak yang mendesau, berbaur dengan kilauan sinar matahari yang terpecah laksana kumpulan emas yang bersinar... benar-benar membuatku terpana akan indahnya ciptaan yang maha kuasa.
Terkadang, mata nakalku sesekali melirik pada gadis-gadis belia yang mandi di pantai itu - yang memang berpakaian mini - ;-)
Kalo udah gini, susah deh! cacing-cacing di mata-ku tetep aja minta bagian. heheehe..

Matahari beringsut menuju pembaringan.
Indahnya sunset, membuat aku dan beberapa temanku merasa 'sayang' untuk melewatkan moment yang jarang kami temui itu. Bayang-bayang yang tersamar dari awan putih, burung-burung yang beterbangan menyambut datangnya malam, berpadu dengan pantulan sinar matahari yang tinggal separuh... membuat kaki kami seperti terpaku!
Alam memberikan keindahan yang luar biasa. (walau kadang, sering kita tidak mau bersahabat dengan alam, malah merusaknya)
"Hayo..!!! balik."
Terdengar suara teman yang lain, berteriak mengajak kembali ke penginapan.
Hari sudah mulai gelap, dan kami berbalik arah. Pulang.
Setelah santap malam, jam 8 kami bersiap-siap mengikuti seminar.
Teman ku yang menelepon kira-kira jam 9, ngeledek saya "ke Anyer koq seminar, ngapain?"
Aku hanya tertawa.
Sebenarnya, seminar ini merupakan ide dari teman-teman di kampus. Menurut mereka, kita jangan hanya bersenang-senang, tapi juga mendapatkan manfaat lebih, yaitu ilmu. Ya, maka jadilah kita memanggil pembicara untuk memberikan nuansa yang berbeda.
Seminar berakhir hingga larut malam sekitar jam 12 malam, karena materinya uenak banget untuk di ikuti, sehingga kita menolak, saat pembicara mengatakan waktu sudah habis. "Lanjutkan! lanjutkan!" begitu permintaan kami.

Sehabis seminar, semua peserta menghabiskan sisa malam untuk bercerita dan tukar pikiran.
Meskipun di kampus, kami selalu bertemu, terkadang untuk bercerita lebih mendalam tentang keseharian agak sulit bagi sebagian dari kami.
Teman-teman yang kuliah itu, memang dari berbagai kalangan yang berbeda. Ada yang jadi buruh seperti aku. Ada yang jadi dokter di dinas kesehatan. Ada yang jadi manager Marketing. Ada pula yang jadi guru.
Nah, kesempatan ini kami manfaatkan untuk ngobrol lebih jauh tentang profesi kami masing-masing.
Sesekali diselingi oleh guyonan-guyonan segar, malam yang beranjak subuh tidak terasa sudah kami lewati.
Sekitar jam 4 pagi, beberapa teman sudah kelihatan teler.
Akhirnya, tanpa dikomando 'menempati' posisi masing-masing, untuk tiduran.

Jam 5 pagi, suara-suara gaduh membuat kami terbangun. Walau dengan mata yang terasa beratnya masih berkilo-kilo ;-) kami berangjak dari tempat tidur masing-masing.
Kami ingin menunggu MatahariTerbit.

.... bersambung lain waktu

Thursday, May 11, 2006

Sebuah Kesabaran

Sabar, sebuah kata yg mudah diucapkan namun sering kli susah unt dilakukan.da yang mengatakan, orang sabar itu di sayang Tuhan.Dan memang bgtu adanya.Saat kta berjuang tetapi belum berhasil, kta membutuhkan kesabaran.
Adalah sebatang bambu yang ditanam di Cina. Disiram dan dipupuk selama 4 tahun pertama,tapi tidak menampakkan apa-apa dan tak ada tanda-tanda kehidupan ataupun pertumbuhan.Sampai suatu saat di tahun ke-5, pohon bambu itu tumbuh sekitar 90 kaki dalam 6 minggu.Pertanyaannya adalah apakah pohon bambu ini tumbuh dalam 6 minggu atau dia perlu waktu 5 tahun untuk tumbuh kendati tak ada tanda-tanda kehidupan?Jika karena tak ada tanda-tanda kehidupan orang lalu berhenti menyiram dan memupuknya, tentu bambu itu tidak akan tumbuh malah akan mati ,bukan?
Sehingga tak ada salahnya kta belajar dari alam.bahwa untuk menuju keberhasilan yg kta inginkan, ada jalan panjang, butuh proses dan sebuah kesabaran. percaya dan terus melakukan sesuatu walaupun tanda-tandanya tidak kelihatan.

Salahkah Aku Bila Mencintaimu?

Ketika kurasakan ada ruang di hatiku yang kau sentuh
Mungkinkah kau rindukan hadirku
Mungkinkah kau Inginkan adaku
Adakah ku singgah dan sedikit menempati ruang dihatimu?

Dan ketika kusadari bahwa cinta tak selalu indah adanya
Mungkin memang aku yang harus mengerti
Bila aku bukan yang ingin kau miliki...
Namun salahkah aku bila kau yang saat ini ada di hatiku?

(adakah kau tau??)

by, Asri-jogja

Monday, May 01, 2006

NASIB BAIK

Dia bekerja keras di siang hari
membersihkan diri di malam hari.

Dia mengorbankan permainan
dan sebagian kegembiraan.

Buku-buku membosankan dibacanya
hal-hal baru dipelajarinya
dan maju sedikit demi sedikit
mendapatkan sukses.

Dia terus bekerja keras
penuh keyakinan dan keberanian.

Dan ketika dia berhasil
orang-orang bilang...
Dia bernasib baik.

(Anonim)

Thursday, April 27, 2006

WAKTU

Kemarin sempet baca sebuah artikel ttg “kta yg dipenggal oleh waktu” oleh KH. A. Hasyim Muzadi di sebuah surat kabar Republika 23 april 06, membuat saya tersadar dan berpikir bahwa waktu terus berjalan tanpa kta sadari. waktu berkelebat dengan cepat seperti tidak ada kekuatan lain yang bsa menandinginya.tanya pada diri kta sendiri dan renungkan, berapa detikkah waktu telah meninggalkan kta? Berapa menitkah jatah umur kta dipenggal oleh waktu?berapa jamkah waktu berlalu begtu saja tanpa kta sadari?berada dibagian manakah dari waktu yang tersedia bagi kta?sudah berapa minggu, bulan, dan tahunkah kta menyia-nyiakan waktu sehingga waktu membiarkan kta tanpa perbuatan baik? Hanya waktu yang mengawali kehidupan kta dan hanya waktu yang menandai berakhirnya hidup kta. Sungguh waktu telah melakukan banyak, sementara kta kadang belum melakukan apa2.jatah umur kta benar2 sudah dipenggal oleh waktu pdhal kta tidak pernah dan tidak akan pernah tahu pada angka berapakah jatah waktu kta akan habis. untuk itu ada benarnya juga kta mulai pintar2 memaknai waktu. waktu walo hanya sekian detik tetapi akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan kta.begtu berartinya waktu, tetapi begtu susah kta menyadari penting dan bermaknanya waktu bagi kta.

Friday, April 21, 2006

HARI KARTINI

.........
wahai ibu kita Kartini
putri yang mulia
sungguh besar cita-citanya
bagi Indonesia....


Penggalan lagu diatas tentu tidak asing lagi ditelinga kita.Nama besar RA Kartini sebagai tokoh pejuang kaum wanita hingga kini tetap dikenang luas di tengah masyarakat.Betapa besar cita-cita dan perjuangannya dalam mengangkat harkat dan martabat kaum wanita ditanah air.Kartini ingin melihat kaum wanita bangkit dari belenggu penindasan dan penderitaan.Sehingga wanita bsa setara dengan kaum laki-laki..seiring dengan perkembangan zaman, penderitaan dan perlakuan tak adil yang diterima kaum wanitapun menampilkan corak yang berbeda.Kaum wanita dulunya tidak mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan,sehingga banyak yang terbelenggu dalam kebodohan.Untuk merealisasikan cita-cita kartini tersebut, tentu bukan hal yang gampang. Tidak hanya cukup dari usaha kaum wanita sendiri.Dukungan dari semua pihak termasuk kaum laki-laki,tokoh agama dan pemerintah sangat diperlukan. betapa terpuruknya bangsa ini jika kaum wanita dibiarkan terbelenggu dalam kebodohan,penindasan dan penderitaan.Karena sesungguhnya kemajuan kaum wanita adalah kemajuan bagi semua pihak.
SELAMAT HARI KARTINI

by Asri,jogja

Thursday, April 20, 2006

Fall in Love

Saat Jatuh cinta dunia terasa indah,katanya sih demikian.apa benar seperti itu??menurutku tidak semuanya.ketika aku jatuh cinta, aku merasa ada sesuatu, yg buatku resah,gundah dan mengacau pikiranku.tidurpun tak nyenyak, makan tak enak, berat badankupun semakin berkurang.semua itu terjadi krn aku memikirkan seseorang yg pesonanya mampu memikat dan membuat akalku tak lagi di tempat.setidaknya seperti Itu yg aku rasakan.mungkin setiap org akan merasakan hal yg berbeda ketika jatuh cinta.jatuh cinta itu manusiawi, berasal dari hati dan kadang muncul begtu saja tanpa diundang. uuuhhh...susahnya klo gi jatuh cinta...

kudptkan inti jiwaku pd dirimu dan kecocokannya dalam segala kondisi .lalu jiwaku tergerak dan tertuntun unt menemuinya krn ternyata hatiku telah terasuki cinta

by Asri,jogja

Saturday, April 15, 2006

Ingin Bebas

Pernah suatu ketika pas lagi curhat ma temen, saya bilang ke dia klo saya ingin bebas.melakukan sesuatu menurut keinginan saya.terbang seperti burung dan pergi kemana saya suka,membuat aturan seperti yang saya inginkan ato mungkin seperti kereta yang berjalan diluar relnya...hehe...spontan temen saya dg cepat menjawab, "kmu sudah gila ya??".dengan nada tinggi dia bilang gni "coba pikir, klo pada akhirnya kmu benar melakukan semua itu tanpa ada tujuan dan gak tau akan dibawa kemana, itu disebut kebebasan ato kekacauan??"
saya jadi bingung.Kadang instink kta membuat kta melakukan apa saja yang ingin kta lakukan tanpa memikirkan konsekuensinya.dan ini terasa lebih menyenangkan, lebih menguntungkan dan lebih memudahkan ketimbang harus mentaati disiplin.
setelah saya pikir dan renungkan, ternyata bener juga nasehat temen saya.kta mang tidak selalu bsa mendapatkan apa yg kta inginkan dan tanpa disiplin kta gak akan sukses...(ada hubungannya gak ya dg yg diatas??)yuuukkk...

Wednesday, April 12, 2006

Buruh....oh Buruh

Gemuruh protes menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan berakhir ricuh, rabu pekan lalu.Jalan MH. Thamrin ditutup sementara, macetpun tak terhindarkan.Bongkahan pot-pot tanman dirusak tangan-tangan jahil usai buruh se-jabotabek berdemo di Istana Wakil Presiden.Buruh merasa disudutkan.Pengusaha mengeluhkan kelangsungan usaha.
Protes puluhan ribu pekerja pabrik ataupun perusahaan yang terus bergelombang, akhirnya mengurungkan niat pemerintah untuk memaksakan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.Rancangan perubahan UU itu akhirnya ditunda penyerahannya ke DPR.
Namun demikian tampaknya kaum pekerja tetap saja waspada lantaran ini bukan pembatalan sepenuhnya,tetapi sekedar penundaan, sampai dilakukan sejumlah perbaikan. Kita berharap pemerintah semakin bijak dalam menerapkan perkembangan keadaan di negeri ini.

Banyak orang tidak berhati peka lagi.Orang tuli memang tidak bisa mendengar gemuruh ombak, dan orang buta tak mampu melihat indahnya langit, tapi bukan berarti laut dan langit tidak ada. Dengan hati,sesungguhnya kta tetap bsa melihat, mendengar dan merasakan,kendati secara fisikbenar2 bisu,tuli atau buta.
Jadi sumbatlah telinga dan tutup mata anda kemudian rasakanlah sekeliling ini dengan hati,maka insya ALLah, gemuruh aksi buruh itu mampu menyadarkan kta dan bukan sekedar catatan tanpa makna(GATRA no.22 th XII)

Friday, April 07, 2006

Sahabatku, Mei

Mei,sebut saja demikian.sudah berpuluh tahun kmi bersahabat.berkacamata,dengan badan yg tidak terlalu tinggi dan agak gemuk.banyak bicara, asyik diajak unt ngobrol,tukar pikiran dan pendapat ato sekedar curhat.jalan bareng,shopping,ato kadang melakukan hal2 yg sedikit nyleneh dan mlenceng krn ingin sesuatu yg beda..hihi..(klo ini agak rahasia sih).kmi saling menyayangi dan mencintai..(tp bukan berarti kmi lesbi lho). dia sangat mengerti saya ,bgtu juga sebaliknya saya.klo temen bilang sih kmi ini sedikit gila dan aneh,kok bsa ya??? mungkin krn penampilan kmi yg cuek dan kadang norak,ato bsa jadi krn semua mslh2 yg kmi hadapi kadang diselesekan dg cara yg aneh, gila dan menghebohkan…hihiii.tp justru itu yg membuat saya suka,toh kmi sdh saling paham satu sama lain, apa adanya.mungkin krn itu, persahabatan kmi sampe skrg masih terjalin.meski jarak dan seabrek pekerjaan kadang menyita waktu kmi unt bertemu tp kmi selalu berharap persahabatan ini kekal abadi unt selamanya.


Menatap indahnya senyum di wajahmu,
seketika buatku bahagia...
Aku ingin engkau selalu hadir dan temaniku,
karena hadirmu membuat hidupku lebih berwarna.
Terima kasih,Sahabat


by asri,jogja

Wednesday, April 05, 2006

Rindu

Setiap kali ku mengingatmu,
muncul perasaan rindu...
Kuingin segera melepaskanmu...
Kuingin segera melupakanmu...
Namun semakin tak kuasa tuk pergi dari bayangmu...

“cinta tak berarti harus memiliki,
tapi tanpamu, mengapa jiwaku terasa kosong dan sepi?”

Saturday, April 01, 2006

Pagi,1 April 2006

Pagi...
Kemilau sinarmu membangunkanku dr mimpi panjang, semalam. Kicau burung, kokok ayam,kepakan lembut sayap kupu-kupu , harum bunga yg merekah, desir angin yg menyusup di dedaunan, sisa-sisa embun yang berjuntaian, keramahan pagi ini seketika membuatku tersenyum. indah sekli (batinku)
Pagi...
Mengawali denyut nadi kehidupan dengan sederet rutinitas yg sudah menunggu.Bekerja dan berusaha untuk mengubah nasib yg lebih baik,demi masa depan.
oh pagi...
(semoga kau dengar inginku)

Friday, March 31, 2006

Kau Tlah Pergi...

Saat ku merasa sepi,
sendiri,
tanpamu lagi disisi.
Kucoba tuk pahami,
sadari,
mengerti,
semua yang pernah terjadi.
Kini,
Kau tlah pergi...

(seseorg yg pernh hadir,
dan mengisi kehampaan hati)

Tuesday, March 28, 2006

Menunggumu Disini

Aku hanya bsa menunggumu,
sampai saat itu tiba,
dimana kau dan aku kan berbagi,
kerinduan,
kebahagiaan,
atau mungkin sedikit Cinta.

Aku masih menunggumu,
sampai saat itu tiba,
dimana kau dan aku kan bertemu,
dan bersatu...

Saturday, March 25, 2006

Rinduku pada Gunung

Kemarin da temen yg berencana mo camping (sebenarnya pengen ikut juga sih,tapi..??).begtu denger ceritanya, saya kok jadi rindu pada gunung.

Dulu sewkt saya msh sekolah & aktif sbg MAPALA(mahasiswa pecinta alam).nyang namanya daki gunung,turun gua ato gantung di tebing adh hal biasa. hamper tiap minggu, saya habiskan wkt unt menikmati keindahan kebesaran Tuhan tersebut.tapi daki gunung adh kegiatan yg paling saya sukai.meskipun kudu capek berjuang ampe puncak,semua itu saya lakoni dengan senang hate.saking GUNUNG bgt,dg pakaian yg MAPALA abizz,kadang da temen yg komentar macem2.da yg blg gni: "aduuuhh...ngapain sih mesti capek2 daki gunung,mang gak da kerjaan laen?.." ato da juga yg komentar gni : "klo cuma mo pindah makan, ngapain musti jauh2 ke gunung seh..".saya hanya tersenyum mendengar komentar dr temen2 saya...hiii...hiii...karena bagi saya mendaki gunung mempunyai kepuasan tersendiri.satu hal yg membuat saya selalu rindu gunung adh pemandangan dari puncak yg luuaaarrr biasa indahnya....hijaunya dedaunan, bisikan angin yg menyusup diantara pepononan, hamparan Edelwais yg mempesona dan gemercik air gunung yg menyejukan.belum lagi saat malam mulai tiba...suara jengkrik yg mengusik, langit yg bertaburan bintang, bulan yg bercahaya dan kota di bawah gunung yg terlihat berkelipan krn cahaya lampu...
Wuuuuiiiihhhh....indah,bukan??

Sekarang wlo saya entah sudah berapa taon gak daki gunung,
namun hati saya kok tetep rindu pada gunung ...

Tuesday, March 21, 2006

UNTUKMU

Pertama kumengenalmu...
sama sekli belum da getar rindu...
karena bagiku, hanya sekedar ingin tau...
Dengan berjalannya waktu...
Aku semakin tau...
Bahwa aku punya tempat dihatimu...

Dalam jiwaku...
Aku bertanya padamu...
mungkinkah kau tau...
tentang semua rinduku...
tentang semua mimpiku....
tentang kamu....

Namun semua inginku kini...
hanya bsa kubiarkan lalu...
karena aku tau tentangmu...
ada dia yg bsa dapatkan cintamu...
ada dia yang bsa milikimu....

by asri-jogja

Monday, March 20, 2006

MY NEVERLAND

Do you know what Neverland is?
Or at least have you heard about it?
Land Where we always young and never getting old.

Neverland adalah sebuah negeri yang penuh dengan keindahan layaknya surga,
dimana kita akan selalu seperti anak-anak dan tidak akan pernah beranjak dewasa...
Negeri tanpa ada air mata,
hanya ada kesenangan dan tawa riang anak-anak yang membahana..
Negeri tanpa kita harus berpura-pura dan menjadi orang lain.
Sebuah negeri yang diciptakan dari imajinasi seorang penulis besar yang merasa bosan dengan kehidupan sosial masyarakat pada saat itu.
Seperti diriku yang sudah jenuh dengan kehidupan sosial dunia ini,
dimana semua hanya bisa diukur dengan materi dan kebendaan lainnya,
dan satu sama lain saling membanggakan diri mereka masing-masing...
maka aku mulai menciptakan My Own Neverland.
And...
have you find your own Neverland?

Saturday, March 18, 2006

PERKENALANKU dengan GADIS

Kemarin aku sempat berkenalan dengan Gadis.
Dia bilang...
Aku bagai tetes embun yang menyelinap diantara relung hati,
memberi kesejukan....
Aku bagai mentari yang menebarkan kehangatannya...
Aku adalah sebuah keindahan yang singgah ketika dunianya menjadi gelap.

Dan...
Aku hanya terdiam, terpaku dengan seribu tanda tanya yang sampe detik inipun tak terjawab.
karena Aku...
sampe hari inipun belum pernah bertemu dengannya...
????
hiks...hiks...

(unt Gadis yg belum kutemukan)

Ketertarikan Kita

Tertarik....
Tertarik pada seseorang bsa berarti merasa senang/suka, terpikat, ataupun menaruh perhatian kepada orang tersebut.
Pernahkah kmu tertarik pada seseorang??
jika ya...mungkin sama seperti aku yang pernah juga merasakannya.

Pada dasarnya kta tertarik pada seseorang berdasarkan tiga hal : Fisik, Mental dan Emosi.Masing2 dari kta pasti mempunyai sisi "aneh" yang berbeda satu dengan lainnya.
Kta tidak sempurna dalam berbagai cara, dan agar dapat mencintai, kta harus belajar menerima ketidaksempurnaan orang lain.
Jangan jadi orang yang mati2an berusaha mengubah diri menjadi orang lain yang sempurna. Aku rasa jadi diri sendiri adalah yang terbaik.

"Aku akan mencintai....
Aku akan menerima.....
setiap orang apa adanya walo tidak sempurna
tapi masih dapat mencintai dan dicintai dengan sempurna"

Friday, March 17, 2006

Bila Itu Maumu

Dengan tatapan itu,
meruntuhkan gunung es diamnya sikapku,
(katamu dulu, aku tidak mau bertukar kata denganmu).

Bukan aku meremehkanmu
bukan aku mempermainkanmu
bukan pula aku tidak mengerti perasaanmu
dengan sikapku,
bukan!

Tapi nanti,
suatu saat nanti, engkau akan mengerti
Aku dan kamu 'sebenarnya' bisa saling mengisi.

(kuharap engkau mengerti)

Tuesday, March 14, 2006

7 HARI YANG TELAH LALU DAN MUNGKIN AKAN TERULANG

Hari ke-1, tahajudku tertinggal
Dan aku begitu sibuk akan dunia-ku
Hingga zuhurku, kuselesaikan saat ashar mulai memanggil
Dan sorenya kulewati saja masjid yang mengumandangkan azan maghrib
Dengan niat kulakukan bersama isya itupun terlaksana setelah acara tv selesai

Hari ke-2, tahajudku tertinggal lagi
Dan hal yang sama aku lakukan sebagaimana hari pertama

Hari ke-3 aku lalai lagi akan tahujudku
Temanku memberi hadiah novel best seller yang lebih dr 200 hlmn
Dalam waktu tidak 1 hari aku telah selesai membacanya
Tapi... enggan sekali aku membaca Al-qur'an walau cuma 1 juzz
Al-qur'an yg 114 surat, hanya 1,2 surat yang kuhapal itupun dengan terbata-bata
Tapi... ketika temanku bertanya ttg novel tadi betapa mudah dan lancarnya aku menceritakan

Hari ke-4 kembali aku lalai lagi akan tahajudku
Sorenya aku datang keseletan Jakartadengan niat mengaji
Tapi kubiarkan ustazdku yang sedang mengajarkan kebaikan
Kubiarkan ustadzku yang sedang mengajarkan lebih luas tentang agamaku
Aku lebih suka mencari bahan obrolan dengan teman

yg ada disamping kiri & kananku
Padahal bada magrib tadi betapa sulitnya aku merangkai
Kata-kata untuk kupanjatkan saat berdoa

Hari ke-5 kembali aku lupa akan tahajudku
Kupilih shaf paling belakang dan aku mengeluh

saat imam sholat jum'at kelamaan bacaannya
Padahal betapa dekat jaraknya aku dengan televisi dan betapa nikmat, serunya
saat perpanjangan waktu sepak bola favoritku tadi malam

Hari ke-6 aku semakin lupa akan tahajudku
Kuhabiskan waktu di mall & bioskop bersama teman2ku
Demi memuaskan nafsu mata & perutku sampai puluhan ribu tak terasa keluar
Aku lupa.. waktu diperempatan lampu merah tadi
Saat wanita tua mengetuk kaca mobilku
Hanya uang dua ratus rupiah kuberikan itupun tanpa menoleh

Hari ke-7 bukan hanya tahajudku tapi shubuhkupun tertinggal
Aku bermalas2an ditempat tidurku menghabiskan waktu
Selang beberapa saat dihari ke-7 itu juga
Aku tersentak kaget mendengar khabar temanku kini
Telah terbungkus kain kafan padahal baru tadi malam aku bersamanya
& ¾ malam tadi dia dengan misscallnya mengingat aku ttg tahajud

kematian kenapa aku baru gemetar mendengarnya?
Padahal dari dulu sayap2nya selalu mengelilingiku dan
Dia bisa hinggap kapanpun dia mau

¼ abad lebih aku lalai....
Dari hari ke hari, bulan dan tahun
Yang wajib jarang aku lakukan apalagi yang sunah
Kurang mensyukuri walaupun KAU tak pernah meminta
Berkata kuno akan nasehat ke-2 orang tuaku
Padahal keringat & airmatanya telah terlanjur menetes demi aku

Tuhan andai ini merupakan satu titik hidayah
Walaupun imanku belum seujung kuku hitam

Aku hanya ingin detik ini hingga nafasku yang saat nanti tersisa
Tahajud dan sholatku meninggalkan bekas
Saat aku melipat sajadahku.....

sumber: imel dari teman (katanya dari milis)

Tuesday, February 07, 2006

Ibu Guruku Cantik sekali...

Menjadi guru yang muda memang banyak tantangannya...
Beberapa tahun yang lalu, saya pernah mengajar di sebuah SMP swasta di suatu daerah di Sumatera. (cerita-cerita nih....)
Waktu itu aku memberikan mata pelajaran bahasa Inggris. Namun, bukan berarti saya mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang tinggi, sehingga aku bisa mengajar di sana. Waktu sekolah SMA saya sering berkomunikasi cas-cis-cus, walau blepotan sana- blepotan sini :) Nah, kebetulan guru SMP tersebut pindah kerja, sehingga kekurangan guru. Nah, karena menurut beberapa teman bahwa pelajaran SMP kategorinya 'waktu itu' masih bisa aku handle, maka jadilah saya mengajar di sana.
aku sangat menyukai pekerjaan itu. Dengan mengajar, saya semakin banyak mendapatkan ilmu. Dengan mengajar, aku semakin mengerti bahwa ilmu itu harus diberikan kepada orang lain agar bisa bermanfaat.
Saya sangat bersemangat, menumpahkan ide-ide dan cara-cara mengajar 'yang menurut' Aku (pada waktu saya sekolah SMP inginkan aku dapatkan dan) cocok untuk siswa.
Begitulah... aku mencoba memberikan warna baru. (wah... hebat banget kayaknya....)
Tapi, karena aku tidak memiliki 'background' untuk mengajar, mungkin aku 'termasuk' orang yang belum siap menerima 'terpaan' dari ceriwisnya anak-anak sekolah.
Coba bayangin...
Baru 1 bulan aku ngajar. Udah ada ce kelas 2 yang berani-berani nya datang dan menyatakan 'kangen' sama aku.
Alamak....!!! mati aku.
ini apa maksud???? :)
Terus terang, pernyataan anak tersebut membuat aku grogi kalau aku ngajar. Apalagi memang anak tersebut 'cukup manis' dan enak di pandang...
Dua bulan kemudian ada lagi anak ce kelas itu juga yang berkirim 'surat' lewat buku tugasnya. "Pak, bapak ngajar nya enak. Boleh nggak aku pacaran sama bapak?"
Waw...! mati lagi aku...!!
Kepiye iki? Kok jadi geneeee...???
Aku jadi tambah bingung dan grogi tiap ngajar di kelas itu.
Tapi, rasa grogi dan kebingungan itu tetap aku sembunyikan dan aku tahan. Hingga 3 bulan terlewati tanpa aku gubris kedua-duanya. Aku hanya terkadang tertawa sendiri, bila mereka berdua berusaha mencari-cari akal untuk mendapatkan perlakuan lebih dariku. Yang satu berusaha sok serius, kemudian bertanya seolah-olah dia tidak mengerti tentang apa yang aku terangkan, yang satunya lagi cuek bebek dan tidak mau memperhatikan....
Itu dulu.... hingga akhirnya aku meninggalkan ke-ABG-an mereka. aku memutuskan untuk pindah ke Tanah Cisadane ini untuk mencari ilmu dan pengalaman serta penghidupan.
Dan kini... saat ini, peristiwa itu terulang kembali. Aku mencoba menjadi pengajar lagi. Di sebuah Perguruan Tinggi Swasta. Tapi, aku sudah lebih siap menerima 'perlakuan' mahasiswi 'nakal' yang terkadang membuatku grogi itu.
Aku sudah terbiasa mendengar kata-kata bernada merayu dan bahkan gombal.
"Bapak jangan marah ya. Soalnya kalo bapak marah, tambah ganteng..!" Atau
"Bapak pantes banget deh, kalo pake baju warna biru itu..."
"Pak boleh nggak saya belajar les ke rumah..?"
Tanpa ingin memberikan penilaian apapun terhadap siswa dan atau mahasiswi-ku, aku rasa itu semua adalah bagian dari dunia sekolah/kampus.
Hidup sekolah..!
Hidup kampus..!!
koq, gak ada hubungan sama judulnya ya..?

Monday, February 06, 2006

Pergi Untuk Kembali (Mari Bekerja)

Selamat Pagi!!!
Bapak-bapak, ibu-ibu, teman-teman rekan sejawat dan sejawit yang saya hormati.
ehemmm!!!
Saya perkenalkan kembali. Nama saya ilalang liar.
Pada hari ini, saya masih berkesempatan untuk hadir di tengah-tengah, eh... maksud saya, saya bisa menulis lagi. (grogi...., sambil garuk-garuk palak :))
Begitulah sambutan saya, lebih dan kurangnya saya mohon di bukakan pintunya... (hehe... pintu apaan kali).

Fantastik!
Kata pertama yang ingin saya ungkapkan.
Fantastik, karena dalam jangka waktu tidak lebih dari 6 bulan saya sudah 4 kali sya coba berganti jenis pekerjaan.
Fantastik, karena masing-masing dari 4 jenis pekerjaan yang saya coba geluti, semuanya berbeda karakternya. Mulai dari pekerjaan yang sangat kasar sampai pekerjaan yang lembut..... (bahkan sangat lembut. Tapi, bukan lelembut lho..! )
Bulan Juli 2005 saya bekerja di bengkel motor, bergelut dengan oli dan kotoran besi-besi. Bekerja dari pagi hingga sore, bahkan sampai malam dengan bersimbah keringat.Bulan Agustus jadi tukang antar jemput anak sekolah, anak-anak SD kelas 1 dan 2. Bergaul dengan keluguan dan keceriaan mereka yang tanpa dosa. Bulan September-Sekarang coba ngajar di sekolah swasta. Suatu pekerjaan yang tetap saya yakini merupakan suatu pekerjaan yang mulia. Bulan Oktober coba jadi penulis di harian lokal, suatu cita-cita saya yang dari dulu ingin saya lakukan. Karena dengan jadi penulis, eksistensi saya masih tetap ada. Februari ini coba lagi jadi tenaga freelance untuk ISO Project di salah satu perusahaan swasta.

Ternyata, banyak hal yang sangat indah yang saya temui dalam setiap jenis pekerjaan. Untuk itu hayoo... mari tetap untuk bekerja... :)