"SENYUM" dan "KERINDUAN" ITU
Ingin sekali, sore itu aku jalan-jalan. Menyusuri jalanan setapak di kampungku. Kampungku, yang berada di bilangan Cikokol Kota Tangerang, -yang menurut temanku, tujuh belas tahun lalu- masih dapat disaksikan hijaunya persawahan, kicau riang sang burung pipit.
"Masih ada kenangan saat aku bersama teman-teman kecilku, mancing di tengah-tengah sawah."
"Masih jelas di kelopak mata, kami berlari-larian dari ujung pematang menyusuri persawahan saat petang menjelang...."
Begitu, Temanku bercerita tentang kampung kami, pada suatu hari. Bercerita tentang Kampung Sembung. Kampungnya dan kampungku (paling tidak sejak beberapa tahun terakhir, Kampung Sembung telah menjadi tempat tinggalku, sehingga aku merasa pantas menyebutnya kampungku).
Kampungku, Kampung Sembung sekarang hanya tinggal beberapa jengkal saja. Itupun sudah terpisah dan dipisahkan dengan kampung sekitarnya, sudah terpisah dengan Kampung Kebon Nanas, karena sudah dibangun perumahan mewah Mahkota Mas dan Pusat Perkulakan Alfa, sudah terpisah dengan Kampung Kelapa, karena sudah dibangun perumahan Bumi Mas Raya dan Modern Land. Sudah terpisah dengan kampung Betung, karena sudah dibangun Perumahan Bumi Mas dan Bona Sarana Indah. Sudah terpisah dengan kampung Cikokol Bawah, karena sudah dibangun Mahkota Trade Center dan mall d'Best.
Sudah terpisah dengan warga pinggiran Sungai Cisadane, karena sudah digusur oleh bangunan Pabrik Tekstil Argo Pantes yang terus melebarkan usahanya.
Sekarang kampungku tinggal sejengkal.....
SORE ITU...
Aku menyusuri kampungku. Kampungku yang terasa padat, karena rumah-rumah warga yang dibangun arahnya tidak beraturan. Rumah yang satu menghadap utara, yang satunya lagi menghadap timur atau selatan. Ada yang menghadap jalan, ada yang membelakangi jalan. Rumah yang satu mempunyai teras, yang lainnya berhimpitan langsung dengan jalan. Kampungku terasa padat, dan rapat.
Aku masih ingat, waktu akan membuat jalanan setapak ini, pak RT terpaksa 'meminta-minta, atau bahkan mengemis-ngemis agar warga merelakan sedikit tanahnya untuk dibuat jalan setapak, agar lalu lintas dapat dilakukan dengan lancar.
Aku juga masih ingat, bagaimana warga-warga di kampungku meneriakkan keberatannya, tanahnya diambil untuk jalan setapak. "Tanah kami tinggal sedikit, masak mau diambil lagi untuk jalanan? Memangnya, tanah kami mau diganti berapa?" begitu kata mereka, waktu itu.
Aku juga masih ingat, bagaimana akhirnya terpaksa pemuka masyarakat turun langsung mendatangi warga bersama pak RT, meminta kesadaran mereka.
dan.... pembuatan jalanan setapak ini akhirnya bisa dilaksanakan.....
Warga kampungku, walau keras hati, masih mempunyai kesadaran dan sifat sosial dan solidaritas yang tinggi.
Satu dua rumah kulewati, aku mengangguk atau tersenyum kepada warga yang aku kenal. Wajah mereka terasa akrab, namun aku tidak mengenal nama mereka, dan merekapun seperti itu... Kami hanya saling mengenal wajah saja.
Pekerjaan kami -yang sebagian besar buruh dan pekerja pabrik- membuat waktu kami sangat terbatas untuk saling berinteraksi dan saling mengenal satu sama lain. Aku, setiap hari berangkat pagi dan hampir setiap hari pulang malam, untuk melaksanakan pekerjaan rutin setiap hari di tempatku kerja sebagai buruh, sebagai karyawan. Malam hari sepulang kerja, badan sudah terasa penat dan lelah. Aku biasanya tertidur, sehabis mandi dan makan malam. Warga-warga di sekitar kamipun begitu juga adanya. Kadang, kami hanya tahu wajah dan tempat mereka, tanpa mengenal nama. Sehingga kalau ada yang datang dan bertanya nama si fulan, nama si dulah, kami sering tidak tahu.
Potret kota, sudah dapat kusaksikan di kampungku.
Di tanah yang kosong, kulihat enam orang anak bermain sepak bola. tanah itu kutaksir hanya seukuran rumah. 6x8m.
sambil tertawa-tawa, mereka menendang bola yang terbuat dari plastik itu. Mereka sudah tidak mempunyai tempat lagi untuk bermain, tempat bermain mereka telah tergantikan oleh bangunan-bangunan megah dan mall-mall. Tanah lapang yang diperlukan oleh mereka, telah dialih fungsikan menjadi pusat-pusat belanja dan perumahan-perumahan mewah, buat orang-orang berkantong tebal.
Mereka hanya dapat menjadi penonton, berdecak kagum melihat bangunan-bangunan yang kokoh mengelilingi kampungku dan kampung mereka.
Mereka hanya dapat bermimpi bermain sepakbola dilapangan hijau seperti di TV, mereka hanya dapat bermimpi...
Dan.... mimpi itu masih bisa membuat MEREKA TERTAWA SERTA TERSENYUM POLOS DAN LEPAS, menikmati Masa kecil mereka.
senyum itu, SENYUM YANG (kadangkala) MEMBUATKU CEMBURU, INGIN KEMBALI KE MASA KECILKU.....
Po5t3d by : 1lalang L14r
No comments:
Post a Comment