RINDUKU......
Episod II SENYUM DAN KERINDUAN ITU
Sore itu, masih menyusuri jalan setapak itu...
Kulangkahkan lagi kakiku.
Berpapasan aku dengan dua orang gadis remaja. Umur mereka ku taksir sekitar 15an. mungkin masih SMP atau SMU.
Yang satu memakai jean setengah tiang, dan balutan t-shirt warna hijau dengan garis-garis merah muda arah membujur. Wajahnya oval, putih dan berseri. Tingginya tidak kurang 165cm. Enak dipandang.
Yang satunya, lebih tinggi lagi. Tidak kurang 170cm. dengan memakai jean dan memakai baju kemeja putih ketat ala mode sekarang, terlihat sekali gadis remaja ini sangat menawan. Wajahnya biasa saja, namun bentuk tubuhnya, akan membuat orang berhenti sejenak menghentikan aktifitasnya bila berpapasan dengan gadis remaja ini....
Sambil tersenyum ditahan, mulutku tanpa sengaja berucap: "anak-anak sekarang, jangkung-jangkung dan cantik-cantik...."
Di teras sebuah rumah yang aku lewati, kulihat lima anak-anak sedang bermain kartu. Tiga laki-laki, dua perempuan. Anak kecil laki-laki yang satu hanya jadi penonton. Dua orang anak laki-laki itu, pada bagian pipi dan keningnya seperti di coret-coret dengan kapur, berwarna putih. Sedangkan dua anak yang perempuan pipinya masih bersih. Mungkin, dalam permainan mereka ada pengecualian buat anak perempuan...
Sambil tertawa-tawa mereka melihat aku. "Ini yang kalah pak!" Teriak anak laki-laki yang jadi penontonnya, memberitahukan padaku tentang dua temannya yang dicoret-coret mukanya itu. Aku hanya tersenyum-senyum sambil berlalu.
Dalam hati aku bergumam, "permainan anak!"
Sejenak anganku melayang...
sewaktu kecil, aku bersama anak-anak sebayaku, di kampungku, di pedalaman sumatera selatan sana, masih bisa bermain engrang -yang di sana di sebut ingkaw- masih bisa bermain sepanting, permainan kelincahan menangkap potongan kayu sebesar ibu jari yang dipotong seukuran kira-kira 25cm. Bagi, yang paling banyak menangkap, maka dialah yang jadi pemenangnya.
Kedua permainan ini memerlukan tanah lapang.
Sementara di sini, tempat untuk bermain engrang atau sepanting itu, sudah tidak ada lagi.
Anak-anak tetaplah anak-anak. Dunia anak adalah dunia bermain. Dan merekapun bermain, apa adanya. Dengan permainan yang ada, yang bisa mereka pergunakan untuk bermain...
Di ujung pertigaan jalan setapak, kulihat sekumpulan remaja sedang duduk-duduk sambil bermain gitar. ada sekitar 7 orang remaja, dari wajah mereka, mereka sepertinya sudah selesai smu.
Aku berjalan, menuju arah mereka. Lagu yang mereka dendangkan, terkadang terdengar sumbang. Ada yang berteriak, seolah memakai suara dua, mengiringi penyanyi utama.
Remaja-remaja ini, sering kulihat nongkrong di pertigaan jalan setapak di kampungku ini.
Sepertinya, Lapangan Pekerjaan tidak dapat menyerap mereka. Mereka jadi saksi sulitnya mencari pekerjaan di zaman sekarang ini.
Kampungku yang dikelilingi bangunan megah dan perumahan mewah terpaksa menampung mereka yang tidak pernah diberi kesempatan oleh keadaan, untuk bekerja sesuai impian mereka waktu sekolah.
Para penguasa negeriku, sibuk memikirkan perut mereka sendiri. Sibuk mencari makan yang sebanyak-banyaknya untuk 'cacing-cacing' dalam perut mereka sendiri. Sibuk mencari obyekan sendiri, sibuk memasukkan anak mereka sendiri untuk jadi bagian 'Penguasa' tanpa memberi kesempatan pada yang lain sesuai porsi. Sementara kemiskinan, pengangguran sepertinya sudah tidak pernah difikirkan lagi....
AKU RINDU NEGERIKU YANG GEMAH RIPAH LOH JINAWI.
RINDU NEGERIKU YANG TOYYIBATUN, BALDATUN WAROBBUN GHAFUR.
Menjelang maghrib, aku pulang menuju tempat tinggalku, dengan SENYUM DAN KERINDUAN....
Po5t3d by : 1lalang L14r
No comments:
Post a Comment