Adikku, sahabatku, kekasihku...
Saat kau putuskan
untuk membuka lagi photo dalam frame ini,
untuk menggantinya dengan yang lain.
aku yakin,
ada yang berubah dalam fikiranmu
ada yang berubah dalam hatimu
tentang diriku, tentang perasaanku.
Aku tidak bisa berargumen tentang perasaanku
aku juga tidak bisa memberi alasan tentang keadaanku...
Namun, aku juga tidak berdaya dengan perasaanku sendiri
aku tidak bisa berbuat banyak dengan perasaanku sendiri
aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghindarinya
untuk berlari darinya...
Aku tidak mengingkari kalau ada yang menungguku, di sana...
Aku tidak memungkiri...
ada yang mengharapkan keseluruhan kasih sayangku, di sana...
Kalau boleh ku tanya,
Salahkah seorang anak yang mengasihi ayahnya...
tetapi juga mengasihi ibundanya?
salahkah seorang anak yang menyayangi ayahnya...
tetapi juga menyayangi ibundanya?
Apakah kasih sayang, harus hanya satu?
Apakah aku bersalah, bila juga mengasihimu?
Apakah aku bersalah, bila juga menyayangimu?
Aku tak tahu...
yang ku tahu aku tetap mengasihi-mu
yang ku tahu aku tetap menyayangi-mu
Apa adanya...
Jum'at 13 Juli 2001
Kisah ini, membuatku berkali-kali merasa 'bergidik' :D dengan kedahsyatan cinta.
Bukan apa-apa, kata-kata ini adalah kata-kata dalam lembaran kertas putih tulisan seorang wanita yang katanya terlanjur mencintai seorang pemuda. Kisah yang biasa saja bukan, Seorang wanita mencintai seorang pemuda? Hanya saja, sebelumnya sang wanita itu menganggap hubungannya dengan sang pemuda, sudah seperti adik kandungnya sendiri. karena kala mereka bertemu, status sang wanita sudah bersuami. Sang wanita sadar, dia sudah bersuami (dan dia tidak ingin menyakiti hati suaminya). Dan sang pemuda-pun tahu, dia tidak boleh berharap lebih. Karena dia tahu wanita itu sudah milik orang (disamping umurnya jauh dibawah umur sang wanita).
Jadilah sang wanita memanggil adik pada sang pemuda, dan sang pemuda memanggil kakak pada sang wanita, tanpa tendensi apa-apa.
Perjalanan hidup memang tidak bisa diramalkan oleh manusia.
Pertemuan demi pertemuan, kebersamaan demi kebersamaan, telah melahirkan benih-benih kecocokan di antara mereka.
Sang wanita, tidak bisa menyembunyikan rasa rindunya bila mereka tidak bertemu. Begitupun sang pemuda, dia tidak bisa menahan rasa cemburunya bila ada orang lain yang menggoda sang wanita itu. Bahkan, sang pemudapun menyampaikan rasa cemburunya, apabila suami sang wanita menelepon berlama-lama.
Demikianlah, sebulan dua bulan, mereka lalui dengan perasaan mereka sendiri.
Mereka sering nonton bersama, jalan dan makan bersama.
Mereka-pun terlanjur merasa biasa, terlanjur merasa tidak sungkan bergandengan tangan bersama (tentu di luar kantor tempat mereka bekerja).
tentu, ada rasa takut dan khawatir dalam hati mereka. Perasaan was-was pun sering hadir, saat mereka berjalan bersama, saat mereka bergandengan tangan.
Tapi, berkali-kali itu terjadi. Mereka tetap berjalan bersama, lagi.... dan lagi....
Mereka berlaku dan bertingkah layaknya orang berpacaran (yaaa seperti jaman sekarang ini)
Mereka-pun sering ke tempat hiburan pada saat liburan. Sang wanita, beralasan ada pekerjaan kantor pada suaminya.
Banyak foto-foto mereka. Sang wanita, sering membawa tustel untuk mengabadikan saat-saat kebersamaannya dengan sang pemuda. Tapi, foto-foto itu disimpan rapih di meja kantornya, tidak pernah dibawa pulang (kalau di bawa pulang, tentu bisa ditebak apa yang terjadi :D)
Sampai suatu waktu, sang pemuda yang statusnya masih karyawan kontrak, harus undur diri dari kantornya karena masa kontraknya sudah berakhir. Perjalanan waktu dua tahun terasa sangat cepat bagi keduanya. Sang pemuda, harus keluar dari pekerjaannya. dan... mereka-pun berpisah. Tiga bulan kemudian, sang pemuda berkirim surat padaku: (sebagian isinya saya tulis di sini):
"Lang saya sudah pulang kampung. Saya tidak tahan menghadapi kehidupan seperti ini. Ini adalah tulisan si xxxxx yang diselipkannya pada frame photo kami berdua. Photo itu sudah saya buka, karena ingin saya ganti. Saya merasa selalu rindu padanya bila menatap photo itu, sementara aku sadar betul, bahwa kami tidak mungkin bersatu. Saya sadar betul, dia telah punya suami dan punya buah hati. Saya tidak mau merusak kebahagiaannya.
Kalau kamu baca surat ini seminggu sejak saya kirim, berarti kamu sedang turut mendo'akan saya. Karena saya (mungkin sudah) menikah, dengan gadis pilihan orang tua saya dikampung. Do'akan saya ya...."
Semoga menjadi keluarga bahagia kawan (walau-pun cintamu sudah dititipkan pada yang lain...), yakinlah semua itu adalah yang terbaik buatmu. Amin...
semoga menjadi perenungan
No comments:
Post a Comment